Rabu, 28 Mei 2014

HARI TARI SEDUNIA: Solo 24 Jam Menari Dibuka, Tari Diharapkan Luruhkan Sekat Perbedaan



Selasa, 29 April 2014 12:26 WIB | Mahardini Nur Afifah/JIBI/Solopos

ilustrasi (JIBI/dok) Hari Tari Sedunia
Solopos.com, SOLO–Matahari belum tinggi saat gong sebagai penanda pembukaan Solo 24 Jam Menari ditabuh di pelataran Gedung Rektorat ISI Solo, Selasa (29/4), pukul 06.00 WIB.  Ratusan penonton asal berbagai daerah, antusias menjadi saksi perayaan Hari Tari Sedunia 2014 yang mengusung tema Dancing Out Loud, Suara Tubuh Membuka Hati.

Selepas secara resmi membuka rangkaian acara perhelatan akbar yang digelar di delapan titik di Soloraya ini, Rektor ISI Solo, Prof. Dr. Sri Rochana. W. S. Kar., M. Hum., memberikan rangkaian melati kepada lima penari 24 jam.

Kelima penari tersebut antara lain Daryono (ISI Solo), Iwan Dadijono (ISI Jogja), Sekar Alit (Pasca-sarjana ISI Solo), Riyanto (Alumnus ISI Solo yang sekarang bermukim di Jepang), dan Noorhaizah Adam (Singapura). Sementara itu, salah satu penari 24 jam yang turut dijadwalkan mengikuti acara ini, Lyn Hanis (Singapura), batal tampil karena harus mengikuti ujian studinya.

Tarian Umbul Donga yang dibawakan penari Solo 24 Jam Menari 2014, Wahyu Santoso Prabowo, bersama tujuh penari senior pengajar Jurusan Tari ISI Solo, mengiringi prosesi pembukaan acara. Selain itu, turut ditampilkan tari berbasis tradisi Bisma Kridha dan modern dance yang energik oleh puluhan siswa-siswi SMKN 8 Solo.

Tak hanya tari tradisi yang diberi ruang dalam pertunjukan tersebut, namun tarian bergaya modern dan kontemporer juga mendapatkan tempat yang sama. Warna-warni perbedaan aliran ini kemudian melebur dalam Karnaval Punk Rock yang digelar di sepanjang Gedung Rektorat menuju Gedung F, kompleks kampus setempat.

Ratusan orang yang terdiri dari penari 24 Jam, penari sepuh, mahasiswa, dosen dari Jurusan Tari ISI Solo, kelompok Bleganjur, Barong Blora,  Reog Dog-dog Tulungagung, Barong Bali, Bali Ganjur, dan perwakilan siswa SMKN 8 Solo, menyusuri Jl. Punk Rock, Jebres, sekitar 300 meter sambil menari.

“Ini jadi ajang bertemunya senior dan junior di bidang seni tari. Seperti kita ketahui kebanyakan gelaran ini dimeriahkan penampilan penari muda. Sementara di luar banyak anak muda yang abai dengan seni tradisi, di sini anak muda bisa mengekspresikan diri lewat seni tari dan belajar tradisi,” kata Prof. Dr. Sri Rochana. W. S. Kar., M. Hum, selepas acara pembukaan.

Rektor menyampaikan gelaran pembukaan ini bisa menjadi ajang meluruhkan sekat perbedaan di panggung seni tari. “Forum ini tidak ada batasan tradisi ataupun modern. Di sini kami berpadu. Kami berharap tari bisa jadi ajang ekspresi sebebas-bebasnya,” pungkasnya.

Rangkaian acara yang turut memeriahkan gelaran Solo 24 Jam Menari 2014 ini antara lain pertunjukan tari di kompleks kampus ISI Solo, pertunjukan tari di ruang publik Soloraya, orasi tari oleh Sal Murgiyanto, sarasehan tari, gelar maestro tari, pemutaran film dokumenter tari, pameran foto dokumentasi tari, dan suguhan utama melihat aksi enam penari yang akan menari selama 24 jam.

Editor: Anik Sulistyawati | dalam: Issue |

Komunitas Rampak Galuh Jati



Lestarikan Seni Tradisional Hingga Membuat Topeng Buto

Komunitas Rampak Galuh Jati sedang memahat dan menyelesaikan pembuatan topeng buto di basecamp-nya di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo. (suaramerdeka.com/Panuju Triangga)


JUMAT, 09 APRIL 2014 – 22:22 WIB – suaramerdeka.com – MEMILIKI kecintaan yang sama terhadap kesenian tradisional membuat puluhan pemuda Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo, membentuk komunitas kesenian Rampak Galuh Jati. Bukan sekedar mempertahankan eksistensi kesenian tradisional, komunitas ini bahkan mengembangkan kreativitas hingga produktif menghasilkan topeng buto.

Komunitas ini dibentuk pada 2012 silam dengan anggota sekitar 75 pemuda. Menurut Ketua Komunitas atau Paguyuban Rampak Galuh Jati, Muhamad Edi Suyanto, dibentuknya komunitas ini lantaran terinsipirasi semangat para remaja Desa Gerbosari yang mempunyai bakat seni. Komunitas ini kemudian sepakat menciptakan kesenian sendra tari dengan basik perpaduan kesenian jatilan dan rampak buto.

Berawal dari nol, biaya pun patungan. Mereka bahkan membuat sendiri topeng-topeng buto sebagai properti pementasan. Sebab, sebelumnya memang ada yang telah memiliki bakat seni kriya memahat asbak. Topeng dipahat dari kayu pule yang masih cukup banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Samigaluh yang berada di lereng Pegunungan Menoreh ini.

"Karena banyak personil, kami berfikir alangkah baiknya kalau punya keterampilan. Sehingga kami belajar otodidak membuat topeng, belajar terus akhirnya bisa membuat topeng buto. Ada yang natah, ngecat, dan ada yang memasang asesoris lain seperti rambut sampai bisa dipakai," ungkap Edi, belum lama ini.

Lantaran memulai dari nol, peralatan untuk membuat topeng pun, seperti pahat, semula hanya meminjam dari perajin kursi setempat. Topeng-topeng buto yang berhasil dibuat kemudian sering dipakai untuk pentas. Dari situ, pesanan untuk membuatkan topeng mulai banyak mengalir.

Prestasi membanggakan pun diraih komunitas ini. Pada 2013 lalu Rampak Galuh Jati mendapat kesempatan mewakili Kulonprogo dalam lomba kesenian tradisional se-DIY dan berhasil meraih juara pertama. Saat itu kemlompok ini menampilkan Reog Mataraman atau reog gaya Jogja yakni memadukan antara prajurit mataraman sebagai tokoh protagonis dengan karakter buto (yang identik Jawa Tengah) sebagai tokoh antagonis.

Sampai kini, kelompok ini juga masih terus memproduksi topeng kayu dan pesanan pun semakin meningkat dari wilayah DIY maupun Jawa Tengah. Topeng yang dihasilkan juga dipasarkan melalui internet, dan kini kebanyakan pesanan justru melalui media ini. Harga topeng bervariasi tergantung tingkat kesulitan dan ukurannya, antara Rp 250 ribu hingga Rp 750 ribu.

Agar topeng yang dihasilkan terlihat alami, sebagian rambut topeng buto menggunakan rambut kuda dan rambut ekor sapi. "Memang agak sulit mendapatnya. Bulu leher kuda biasanya dapat dari Muntilan dengan harga Rp 150 ribu, kalau bulu ekor kuda dari Bantul," tutur Edi.

Salah satu anggota Rampak Galuh Jati, Doni Harjanto (26) mengungkapkan, dalam pembuatan topeng ini proses yang paling membutuhkan waktu lama adalah memahat detail topeng. Selain itu juga proses pengecatan karena harus menunggu kayu benar-benar kering terlebih dulu.

"Pada waktu awal juga kesulitan alat karena kami belum punya peralatan lengkap sehingga harus pinjam-pinjam dulu," katanya.

(Panuju Triangga/CN37)
 


Jumat, 16 Mei 2014

Puisi Slamet Priyadi: "BERSATULAH"



Wayang Kulit Sangkuni
Wayang Kulit Dorna

BERSATULAH
Karya: Slamet Priyadi

Jelang pilpres tahun duaribuempatbelas
Dinamika politik menjadi kian keras
Kandidat presiden yang didukung
Dan Partai-partai pengusung
Suarakan harimau mengaum meraung
Saling adu strategi mengadu taktik
Mencari segala cara agar lawan tak berkutik
Bahkan jika perlu dengan cara tak simpatik

Gubyahuyah sebar fitnah di segala ranah
Tebarkan antrak-intrik  berselimut sumringah
Gunakan topeng hitam misteri penutup wajah
Seperti  Dorna dan
Sangkuni berkacak gagah
Di balairung Astina yang indah nan megah
Padahal hanya rupa wujud jiwa buruk lemah

Wahai saudaraku...
Tetapkan pilihan berdasar atma sanubarimu
Tetaplah kita bersatu dalam bingkai negara
Kesatuan Republik Indonesia
berdasakan Pancasila  Bhineka
Tunggal Ika

Meskipun berbeda suku bangsanya
Meskipun berbeda-beda agamanya
Meskipun berbeda-beda bahasanya
Meskipun berbeda adat budayanya
Tetapi kita semua tetap satu jua
Bangsa Indonesia yang merdeka

Bersatu, bersatulah bangsaku
Jaya, jayalah negeriku
Bersatulah bangsaku dan jayalah negeriku
I N D O N E S I A  

Sabtu, 17 Mei 2014
8:16 WIB
Slamet Priyadi
Pangarakan, Bogor
 






"OJO DUMEH!": BERSATULAH Karya: Slamet Priyadi: Ojo Dumeh - Sabtu, 17 Mei 2014 10:04 WIB Golek Dorna Jelang pilpres tahun duaribuempatbelas Dinamika politik menjadi kian ker...