Kamis, 10 Oktober 2019

"SENI PAHAT IRIAN JAYA IV" By Prof. Dr. Wiyoso Yudoseputro

Blog Ki Slamet : Seni Budaya Nusantara
Kamis, 10 Oktober 2019 - 14.22 WIB

BENTUK DUA DIMENSI (FOTO: SP)


IV.  PATUNG DUA DIMENSI
Prof. Dr. Wiyoso Ydoseputro

Di depan telah dikemukakan pahatan kerawangan pada bidang cemen dari tonggak mbis. pahatan ini meskipun menjadi bagian patung yang plastis, tetapi ia lebih berbicara sebagai ornamen bidang. Nilai keindahan pahatan cemen ini dinyatakan dalam paduan motif  antropomorfis dan zoomorfis yang tersusun dalam kesatuan komposisi bidang (Foto 36).

Foto 36
Pahatan ornamen bidang cemen
dari tonggak mbis.

Apabila cemen itu kita lepaskan kita lepaskan dari tonggak mbis, ia bisa dipandang sebagai patung dua dimensi. Itulah sebabnya tonggak mbis tidak dibuat lagi, yaitu ketika kesenian Asmat memperoleh nilai baru sebagai seni profaniah, pahatan cemen dipandang sebagai patung ornamen dua dimensional yang dapat dinikmati sebagai hiasan dinding. Begitu karya pahatan bidang semacam ini dipandang sebagai karya seni dekoratif, arti perlambangan makin lama makin diupakan.

1.            Pahatan perlambangan

Motif antropomorfis dan zoomorfis pada pahatan bidang cemen tonggak mbis mengandung arti perlambangan sesuai dengan fungsi dari tonggak mbis itu sendiri. Cemen itu sendiri sering diartikan sebagai bentuk kemaluan, lambang kesuburan. Motif-motif manusia dan binatang tampil dalam bentuk stilasi dan abstraksi dengan tetap mengandung arti perlambangan (Foto 37).

Foto 37
Pahatan perlambanganpada bidangperisai

Motif abstrak yang sering dihubungkan dengan arti perlambangan dalam kesenian Asmat ialah motif gelung yang menyerupai huruf ‘S’ atau angka ‘8’. Motif ini adalah la lambang bulan dan matahari dalam alam pikiran kosmis magis. Motif gelung, baik yang tampil sendirian maupun tampak pada pahatan cemen tersebut di atas dan juga pada pahatan bidang perisai (Foto 18 dan 28). Letak gelung yang berbeda-beda melahirkan arti perlambangan yang berbeda pula, misalnya paduan dua gelung yang saling menghadap diartikan sebagai ekor binatang kuskus.
Motif gelung dalam bentuk ubahannya sering tampil sebagai motif kelelawar yang juga mempunyai arti perlambangan penting dalam kesenian Asmat. Di depan telah disebut adanya motif burung tahun dan burung kakatua. Kedua motif burung ini mempunyai arti perlambangan yang menghubungkan manusia yang masih hidup dengan arwah yang mati. Bagian-bagian dari burung ini juga tampil pada hiasan pahatan bidang ujung dayung (Foto 38) di samping pada pahatan bidang cemen tonggak mbis.

Foto 38
Pahatan perlambangan pada
bidang ujung dayung

Pada hiasan haluan kapal arwah motif paruh burung tahun sebagai pengisi bidang pahatan kerawangan antara motif kepala manusia yang plastis (Foto 16). Telapak tangan sebagai motif hias perlambangan tangan arwah tampil pada ujung-ujung motif gelung pada hiasan bidang (Foto 39)

Foto 39
Motif perlambangan telapak tangan
Pada hiasan bidang

Motif puser sering nampak pada pahatan bidang dalam kesenian di daerah Mimika. Motif puser ini adalah lambang masuknya kekuatan hidup pada badan kandungan calon ibu. Pahatan bidang perisai dari kesenian Mimika memperlihatkan motif puser ini di tenah-tengah hiasan garis-garis geometris lengkung dan lurus (Foto 40). Motif puser ini juga tampak kembali pada hiasan bidang bantalan kayu dan bidang daun pendayung.

Foto 40
Motif puser pada hiasan bidang perisai

2.            Pahatan bidang ornamental.

Patung-patung plastis perwujudan arwah nenek moyang dari kesenian Irian Jaya cenderung untuk memperlihatkan  guratan-guratan garis lengkung, garis siku, dan garis lurus pada bagian-bagian tubuh yang memberikan kesan ornamental (lihat foto 26). Kebiasaan untuk mengisi permukaan mengisi sidang permukaan patung manusia dan binatang dengan guratan-guratan tersebut sering dijadikan kriteria gaya seni gaya seni rakyat tradisional. Ada macam-macam alasan mengapa timbul kebiasaan membuat hiasan pada patung-patung dalam kesenian rakyat. Antara lain kebiasaan ini didorong oleh bakas menghias dari seniman, ada juga karena alasan kepercayaan dan pertimbangan adat yang menjadi sumber daya cipta seniman.
Kedua alasan itu memang dapat kita temui pada karya seni rakyat di Irian Jaya. Guratan-guratan atau torehan pada tubuh patung mbis di daerah Asmat dan Mimika secara sepintas memberikan kesan magis tetapi sekaligus dekoratif (lihat foto 26). Perbedaan tampak pada penggunaan bentuk-bentuk torehan atau guratan dan cara menyusunnya menjadi pola pahatan pada permukaan bidang karya seni patung itu. Pada patung mbis Asmat guratan-guratan itu lebih berupa garis-garis yang melengkung dan sambung-menyambung, sedang pada patung mbis Mimika menjadi garis-garis yang cenderung lurus dan potong memotong. Meskipun kedua ungkapan seni itu masih termasuk dalam satu wilayah gaya seni, tetapi dari contoh jelas adanya tradisi hias lokal yang berbeda.
Apabila kita perhatikan motif gelung atau pilihan yang tampak pada hiasan kulit trompet bambu dari kesenia Asmat dan Sentani terasa adanya kepekaan yang berbeda dari kedua tradisi seni ornamen dalam menggarap motif hias yang sama (Foto 41).

     Foto 41
     Hiasan trompet bambu dari

Para pengukir dari kedua daerah itumerasakan kebutuhan untuk membuat hiasan dan kadang-kadang berdasarkan cita rasa yang sama. Namun bakat menghias yang menyangkut ketrampilanteknik mengukir dan kepekaan dalam mengubah disain berbeda. Hiasan  pada pahatan bidang seni Asmat lebih langsung, lugas dan ekspresif, sedang pada seni Sentani pahatan lebih dipertimbangkan, diatur dan lebih terkuasai teknik mengukirnya. Jadi, perbedaan gaya seni hias itu tidak dapat dilepaskan dari temperamen seniman kedua daerah itu (lihat Bab II Pasal 3). Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa permasalahan seni hias selalu melibatkan penggarapan ragam hias. Pada Bab III Pasal 1. telah di bahas arti perlambangan dari ragam hias yang diterapkan, baik pada atung plastis yang berdiri sendiri maupun pada patung bagian dari benda pakai. Bagaimana menggarap ragam hias perlambangan, juga sudah dibahas yang menyangkut teknik memahat dan mengukir dan kepekaan terhadap disain.
Di samping ragam hias perlambangan yang bersumber pada bentuk manusia dan binatang, juga ada yang bersumber pada bentuk geometris. Memang tidak semua ragam hias geometris selalu dapat dicari arti perkembangannya. Bentuk-bentuk geometris yang bermakna perlambangan biasanya adalah bentuk yang timbul karena usaha stilasi dari ragam hias binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, dan dibakukan perlambangannya. Bentuk gelung atau lengkung yang menyerupai bentuk tanda ‘koma’ atau tanda ‘tanya’ hampir selalu berulang dan munculkembali pada seni hias Asmat. Ragam hias ini kemudian berkembang menjadi seperti huruf ‘S‘ atau angka 8 seperti yang tampak pada pahatan bidang cemen yang dipandang sebagai lambang alam semesta (Foto 42, 18, 28), juga pada bidang perisai (Foto 43)

Foto 42
Motif huruf S dan angka 8
pada bidang pahatan cemen

Foto 43
Motif huruf S atau 8
Pada bidang pahatan perisai

Bahwa dalam menyusun motif-motif itu dapat terbentuk citra makhluk tertentu, hal ini tergantung dari daya imajinasi seniman yang didukung oleh pikiran-pikiran perlambangan. Ragam hias geometri itu pada hiasan perisai dari Asmat Tengah, membentuk seperti tanduk kijang, di Asmat Utara menjadi seperti motif kelelawar (Foto 44).

Foto 44
Ragam hias geometri dalam susunannya
menjadi berbagai motif zoomorfis

Demikianlah baha bentuk dalam seni hias tiap daerah di Irian Jaya berbeda-beda. Motif hias lengkung tersebut di atas tampil kembali pada seni hias Awyu dan Citak, meskipun cara penggarapannya berbeda. Di sini motif lengkung disusun sambung menyambung sehingga membentuk hiasan serba garis kurva yang lincah dan ritmis.     
Ornamen yang berbeda dan penggarapan motif yang sama tampak juga dalam mempergunakan motif pilin yang hadir pada hiasan bidang tabung bambu pada bidan perisai dalam kesenian Sentani sangat dominan dan menguasai seluruh patra hiasan yang penuh dan ritmis (Gambar 17)

Gambar 17
Hiasan serba garis kurva
Yang lincah dan ritmis

Gambar 18
Motif pilin dalam susunan
Patra hiasan penuh dan ritmis

Hiasan serba garis lengkung yang sambung menyambung dan ritmis tidak hanya dihasilkan dengan menggunakan motif pilin, tetapi juga terulangnya motif geometris berbentuk huruf ‘W’ dan ‘M’, bentuk motif hasil stilasi bentuk perlambangan (Foto 45). Hiasan semacam ini biasanya dipakai pada pahatan bidang lajur atau simpai horisontal atau vertikal seperti yang tampak pada bidang perisai atau trompet bambu. Motif geometris seperti huruf ‘W’ adalah bentuk abstraksi dari burung atau badan dengan lengan manusia disusun dalam gubahan yang kaya sesuai dengan patra hiasan yang dikehendaki. Motifpilin juga dihasilkan oleh kebiasaan mengabstraksikan lidah burung tahun atau kakatua yang tersusun dalam hiasan bidang yang utuh. Selanjutnya hiasan serba garis lengkung juga tampil karena menggunakan motif stilasi atau abstraksi yang bersumber pada ragam hias tanaman dan perlambangan (Foto 46). Ragam hias sulur-suluran yang membentuk motif binatang merayap atau melata tampak pada pahatan bidang tabung bambu tempat tembakau atau haluan kapal daerah Barat Laut Iran Jaya. Di sini gaya yang serba garis dan ritmis juga tampak dengan jelas (Gambar 7)

Foto 45
Hiasan motif perlambangan berbentuk huruf W dan M
Pada bidang perisai

Foto 46
Hiasan stilasi motif perlambangan
Bidang tabung bambu

Apa yang telah dibahas di depan ialah penggunaan dan penggarapan bermacam-macam motif hias yang berpengaruh pada gaya seni hias dua dimensi pada beberapa kesenian daerah Irian Jaya. Dalam membuat hiasan bidang dengan menggunakan motif-motif hias yang bersumber dari bermacam-macam ragam hias, bentuk, dan ukuran bidang hiasan dan tekstur permukaan bidang mempunyai peranan penting. Hiasan bidang meliputi hiasan plastis dan hiasan dua dimensi pada benda-benda pakai. Mengenai hiasan bdang yang bersifat plastis sudah dibicarakan pada Bab II. Adapun hiasan bidang dua dimensi tampak pada bidang permukaan benda pakai, baik yang dibuat dari kayu maupun dari bambu.
Pada umumnya hiasan bidang dua dimensi tampil dalam pahatan timbul, artinya hiasan tampak menonjol dari latar belakang. Untuk lebih menonjolkan hiasan dari benda pakai diusahakan dengan penggunaan warna (Foto 47).

Foto 47
Hiasan bidang dua dimensi dengan penggunaan warna

Dalam kesenian rakyat Irian Jaya warna hiasan yang dipakai terbatas pada warna merah bata, hitam, dan putih; warna yang dihasilkan dari bahan-bahan alam. sebagaimana yang terdapat pada tongkat tombak, tongkat upacara, tongkat pendayung, lembing, kapak batu, pemukul sagu, trompet bumbung, bumbung tembakau dan lainnya adalah benda-benda pakai atau peralatan di daerah Irian Jaya yang memiliki bentuk sesuai dengan fungsi pakainya.
Dalam keinginan untuk menghias benda-benda itu dirasa perlu untuk memperhitungkan agar bentuk yang memenuhi fungsi pakainya tidak terganggu. Jadi, bermacam-macam cara dan jenis hiasan yang akan diterapkan selalu diusahakan agar tidak mengganggu kegunaan praktisnya. Karenanya pahatan bidang yang sring dipakai dalam menghias benda pakai di Irian Jaya biasanya merupakan relief datar dan terbatas pada bagian-bagian yang tidak mengganggu fungsi pakai itu. Hiasan pada alat penokok sagu dan kapak batu misalnya, ukiran relief itu tidak menonjol dari permukaan bidang dan tampak lembut dan halus agar tetap dapat mempertahankan bentuk dari alat itu (Gambar 19).

Gambar 19
Hiasan relief pada kapak batu

Hiasan bidang bumbung bambu untuk tempat menyimpan tembakau atau untuk trompet dengan teknik ukiran atau cukilan; teknik ini sangat terikat oleh bahan bambu dan bidang dari kulit bambu itu sendiri. Dalam hal ini dibutuhkan ketelitian dalam teknik menghias (Foto 48). Bagaimanapun menghias bidang kulit bambu dipersyaratkan teknik yang berbeda dengan menghias bidang permukaan kayu sebagaimana telah dibahas pada Bab II mengenai teknik memahat.

Foto 48
Hiasan pada bumbung bambu

Batang dengan bidang permukaan yang membulat seperti pada tombak, lembing, pendayung, dan tonkat upacara perlu dipertahankan dalam membubuhkan hiasan. Hiasan yang diterapkan pada batang alat-alat itu tidak mengikuti pola yang sama. Ada hiasan yang dibatasi oleh lajur-lajur atau simpai mendatar (Foto 49), ada juga hiasan yang menyebar pada permukaan bidang pahatan bebas tanpa batasan tertentu (Gambar 20).

Foto 49
Hiasan bidang terbatas pada lajur

Gambar 20
Hiasan bidang yang bebas

Kenyataan itu juga tampak hiasan pahatan bidang bumbung kayu dan genderang upacara. Di sini motif-motif pilin atau tumpal seakan diulang-ulang yang memberi kesan irama berulang dan monoton seperti pada gerakan tari atau musik upacara. Kesan irama irama itu makin jelas apabila hiasan itu dibubuhi dengan warna yang mengikuti pula pola yang berulang (Gambar 21)

Gambar 21
Bagian dari genderang yang dihias dengan pola berulang

Pada benda pakai seperti bantal kayu penunjang leher dan nampan atau wadah yang memiliki bentuk yang khas, terasa adanya kebebasan dalam membuat hiasan pahatan bidang (Foto 50). Di sini bidang pahatan tidak begitu mengikat untuk menerapkan hiasan lajur seperti pada bumbung bambu atau batang tongkat. Keadaan serupa tampak pada hiasan pahatan bidang nampak atau bidang perisai (Foto 51)

(Foto 50) Hiasan bidang pada wadah
(51) Hiasan bidang pada perisai

Keterikatan atau kebebasan seniman dalam mengubah pola hias dua dimensi memang tidak selalu ditentukan oleh bentuk bidang benda yang dihias. Bermacam-macam perisai di Irian Jaya yang memiliki bentuk dan ukuran bidang yang tidak sama, pada tiap daerah perisai tampil dengan wajah hiasan yang berbeda. Hiasan berulang dengan motif hias yang sama tidak selamanya nampak pada perisai di Irian Jaya. Hal ini banyak berhubungan dengan tradisi menghias bidang yang berlaku di tiap daerah. Hiasan bidang yang bebas tanpa menyesuaikan dengan bentuk bidang pendayung dari daerah Mimika berbeda dengan pola hias berulang dari hiasan bidang perisai dari Asmat atau Sentani. Garis-garis lurus dan patah-patah pada hiasan Mimika seakan-akan dibiarkan hadir tanpa diatur menurut pola tertentu ((Gambar 22). Sebaliknya motif-motif geometri dan stilasi pada hiasan bidang dalam kesenian Asmat dan Sentani selalu  berulang dalam pola hias tertentu (Foto 52).

Gambar 22
Pola hias dari garis lurus dan garis patang
pada bidang pendayung

Foto 52
Pola hias dari motif stilasi berulang
Pada perisai Asmat.



_________________________________


S u m b e r :
Wiyoso Yudoseputro, “Seni Pahat Irian Jaya”
Proyek Media Kebudayaan Jakarta
Direktorat Jendral Kebudayaan – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1980/1981

—KSP42—
Senin, 07 Oktober 2019 – 19.39 WIB
Bumi Pangarakan, Lido – Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar