cigombong 80.blogspot.com-Rabu, 07 April 2021-19.11 WIB
Lambat laun ternyata bahwa sesungguhnya di kalangan publik mempunyai keinginan yang tulus untuk mengetahui lebih banyak tentang musik yang umumnya. Mereka ingin mempunyai suatu dasar bimbingan, dan barangkali juga untuk mengalisa rasa mengerti terhadap ciptaan seni musik dunia yang bermutu abadi.
Tidak sedikit di antara kita yang merasa mengenal karena dulu tidak pernal mendapat kelonggaran atau kesempatan untuk mengetahui dan mengerti pengucapan seni musik. Di sekolah dulu, di samping tata bahasa, kita juga mendapat bimbingan seni bahasa dan sastra, sehingga kita sendiri dapat menikmati suatu ciptaan seni sastra dunia dengan pengertian dan apresiasi. Dengan demikian kita tidak buta sama sekali tapi tegas mempunyai pendekatan dan sadar akan tuntutan seni sastra. Karena itu di bidang sastra dan bahasa situasi itu tidaklah begitu suram, bahwa dapat dikataan lumayan. Tetapi di bidang seni musik hal itu jauh berlainan, malahan di sana sini terasa betul sesuatu kekosongan besar.
Sesungguhnya bagi kehidupan, manusia bukan hanya tertarik pada musik, tapi musik itu disa sebagai suatu kebutuhan. Ia membutuhkan musik dalam bentuk yang bagaimanapun. Ia akan senantiasa tertarik pada musik yang baik, bermutu dan nilainya tinggi. Dan jika musik yang baik tidak ada, musik yang jelek pun lumayan juga. Dan hal ini menyebabkan seseorang terjerumus ke musik yang jelek! Kalau mereka diabaikan terus atau dibiarkan saja demikian, serta tidak dibimbing maupun dituntun ke apresiasi seni musik, maka kesadaran mereka akan merosot kepada jazz imitasi, swing dan band hawaian gitar serta ukulele, dan seluruh biduan bergantung pada mikropon + amplifier + pengeras suara! Padahal sesungguhnya kesadaran musikal itu seharusnya tertuju pada klarinet atau suling, biola, piano, selo, tapi karena dibiarkan begitu saja akhirnya melempempem dan lumpuhsekitar harmonika mulut, akordeon, saxopfon atau terjerumus kepada permainan piano, seperti yang disebut di Jakarta “cincang babi”. Di kalangan para pemuda bersekolah, hal itu setali tiga uang. Sesungguhnya mereka dapat mengihtiarkan permainan orkes atau membentuk kor di antara mereka, tetapi mereka tersesat dan terjebak ke dalam aneka macam combo kor Merry Maecks sister atau brothers, paling-paling kumpulan “Dexieland” atau yang pura-pura “progresive”. Mereka mtmuja secara berlebihan Xaviar Cugat, Camen Cabalerlero, Cene Crupa drumming, jago-jago pianis Count Basie, Terwilson, Shy Water George Shearing, King Cole, pendek kata All Star Bands dan All Super Singers! Martabat mereka tertambat pada Tim Pan Alley Comercials, muslihat uang Yahudi; bukan pada musik seni! Malahan mereka mengejek musik seni dengan istilah “setinggi langit”, “menara gading” dan laun-lain. Mereka menganggap dunia klasik, modern atau suatu hinaan besar bagi inteligensi mereka. Musik Barat adalah musik dansa. Pujangga seni musik Barat itu, ya Xavier Cugat! Anehnya pula, jasa Jose Iturbi tidak lain hanyalah pianis Bogie-Wogie! Atau tambah sedikit dia adalah pemimpin band. Apa boleh buat Jose! Dalam pers New York ia sudah di-persona non grata-kan karena ia sebagai pers pianis konser dan terakhir ini ia mau menjadi “prostitusi” dalam film-film M.G.M. diper-Yahudi-kan M.G.M. sebagai pemain Boogie-Woggie, bintang film,danmemimpin macam-macam show dan variete raksasa, sambil memakai orkes simfoni, kor, kor besar, solis dan lain-lain. Ia mengurangi reputasinya dulu sejak di negeri Spanyol, sebagai pianis konser kaliber dunia, turun ke artis variete, diper-Yahudi-kan M.G.M Holiwood! Dalam kehidupan konser, jago M.G.M ini sudah tidak laku lagi.
Kembali pada situasi musik para pemuda kita. Masalah sekarang, bagaimana supaya mereka meninggalkan gitar dan hawaian atau ukulele yang ribut, lalu menghargai musik seni. Tetapi bagi mereka seluruh musik jelek! Radio hanya memberi foxtrot Tim Pan Alley dan foxtrot dekadensi Indonesia. Dan bagaimana mengubah sifat mereka yang suka menikmati aktif daripada mendengar aktif? Perkenalan mereka terbatass, segala macam variete dan show di layar film: dalam masyarakatnya ada gitar dan ukulele rombengan? Kita tidak perlu ragu-ragu mengetahui dan mensinyalir rendahnya derajat apresiasi musik di kalangan kita. Dan siapa yang sanggup mengikhtiarkan perbaikan? Perbaikan hingga terdobrak segala macam cara menyanyi di sekolah-sekolah yang terlambung-lambung sebagai sisa didikan tentara Jepang?
Musik seni akan hancur, jika tak ada seorang pun yang reseptif padanya. reseptif dengan simpati! “Kemarin aku menikmati musik seni. Teentu hari ini demikian pula. Aku terharu olehnya, seperti kemarin!” di sini kita bisa melihat betapa pentingnya pengalaman pertama pernah mendengarkan musik. Pengalaman itu digunakan sebagai bahan apresiasi baru. Simpati yang terpendam dalam diri setiap orang dapat dibangkitkan oleh bimbingan pendidikan, lingkungan dan pengetahuan.
Konser Orkes Radio Jakarta tugas yang pertama untuk publik. Dalam pembentukan orkes itu sejak dulu mempunyai prinsip pertama. Orkes itu memainkan musik untuk publik, dalam dan di luar radio. Kedua, ia bertugas pedagogis! Kalupun bukan sebagai guru di sekolah musik, musik Orkes Radio Jakarta mereka ditujukan kepada pendidikan konser remaja. Organisasinya sangat sederhana. Pertunjukan mereka pada konser publik malam hari, diulangi kembali di gedung kesenian pada siang hari di depan murid sekolah atau anggota perkumpulan mahasiswa, dikoordinasikan antara penyelenggara konser dengan publik sekolah swasta. Tidak mengecualikan, seperti truk atau bis, naik sepeda bersama-sama dipimpin oleh gurunya pergi melihat pameran Angkatan Perang, Pameran Seni Lukis Berempat, Pameran PBB, berangkat serempak dari sekolah menuju Gedung Kesenian untuk mendengarkan konser (sebaiknya diberikan penjelasan tentang instrumen, komposisi dan lain-lain). Sehabis konser serentak kembali lagi ke sekolah!
Bagi orkes sendiri tidak memberatkan apa-apa, sebab hanyalah konser ulangan, bukan membawakan programa baru. Mungkin kening akan berkerut karena menganggap musik itu terlalu “berat”. Percayalah, bahwa sanubari seseorang akan terbuka dan segera merasa jodoh musik yang baik. Masalahnya bukan sukar atau gampang, tetapi menikmati musik seni itu tidak lebih dari mendengar musik dari berbagai bentuk di samping mendengarkan satu jenis musik sebanyak mungkin. Yang lebih penting lagi ialah mendengarkan aktif; rela mendengarkan musik dengan inteligen; masing-masing. Dan sebaik-baiknya penjelasan itu tidak lebih dari sekedar saran bagi fantasi; tetapi ada kalanya penjelasan itu mengganggu, menghambat fantasi pribadi seseorang. Janganlah musik itu diberikan seolah-olah ejaan yang dipermudah, karena musik sesungguhnya menjelaskan dirinya sendiri; ia mempunyai runtutan sendiri.
SUMBER:
Amir Pasaribu:
“Analisis Musik Indonesia” hal. 13-16
PENERBIT:
PT. Pantja Simpati Jakarta 1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar