Sabtu, 22 Juni 2013

Tradisi Saweran Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Sunda Oleh Slamet Priyadi


Slamet Priyadi Blog│Sabtu, 22 Juni 2013│08:27 WIB
Pelaksanaan IJAB QOBUL oleh pak Penghulu
Pada hari Jumat, 15 Juni 2013 pukul 09:20, saya menyaksikan prosesi pernikahkan putra kedua saya, Jagad Perwira dengan Bunga Restu putri kedua dari bapak Encep Hudri dan ibu Euis (besan) di rumahnya yang beralamat di kampung Tejo Ayu, Cicurug, Sukabumi.
Ada acara yang cukup unik dan menarik dari keseluruhan prosesi upacara perkawinan tersebut, yaitu acara setelah prosesi pernikahan atau Ijab Kabul Sang Pengantin selesai dilaksanakan berupa "Tradisi Saweran” yang banyak memberi pesan moral, social, dan bersifat religius. Dalam pelaksanaannya ternyata Tradisi Saweran ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah upacara perkawinan masyarakat sunda yang sudah turun-temurun dilakukan, berisikan petuah-petuah yang disampaikan kepada sang pengantin agar mereka di kemudian hari mampu mengarungi bahtera rumahtangga secara damai, sejahtera, harmonis dan bahagia.
 
Juru Sawer memandu upacara sawer sambil menyanyikan tembang yang berisi pituah-pituah bagaimana menjalani kehidupan berumah tangga yang syakinah, mawaddah, warohmah
Pada acara Saweran ini, kedua mempelai duduk secara berdampingan, yang didampingi oleh orangtua masing-masing mempelai. Sebuah payung berwarna emas memayungi keduanya. Lantunan tembang-tembang sunda disampaikan oleh juru sawer yang mengandung pituah-pituah, bagaimana seharusnya menjalani kehidupan sebuah mahligai rumah tangga bahagia. Dalam sesi ini, juru sawer di tengah-tengah lantunan tembang yang dinyanyikan, menebarkan berbagai jenis benda  dalam “bokor” yang berisi koin uang recehan, beras, bunga, permen, dan lain-lain kepada hadirin dan para undangan. Menurut juru sawer, hal ini merupakan symbol atau lambang, dimana uang sebagai lambang kemakmuran, beras sebagai lambang kesejahteraan, dan permen sebagai lambang bahwa, sepahit apapun proses kehidupan yang dijalani dalam hidup berumah tangga, harus selalu diselesaikan dengan cara yang manis semanis rasa permen.

Acara saweran dengan menebarkan permen dan uang recehan oleh juru sawer merupakan acara yang paling ditunggu-tunggu dan sangat disukai anak-anak yang menyaksikan jalannya acara saweran ini. Mereka saling berlarian, melompat sana-sini saling berebut koin uang recehan dengan penuh suka cita penuh canda ria.
Orang tua wajib mendampingi kedua mempelai saat acara pemberian doa restu dari sanak keluarga, handai taulan, hadirin, dan para undangan
Menurut Juru Sawer selaku pemandu jalannya upacara ini, "Tradisi Saweran yang dilakukan pada setiap upacara perkawinan atau upacara khitanan dalam keluarga masyarakat Sunda merupakan lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rizki yang telah diberikan dan dimilikinya. Lain daripada itu , upacara ritual ini juga bertujuan agar kedua mempelai pasangan pengantin dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya bahwa di dalam hidup ini, agar selalu saling berbagi, saling membantu, saling bekerja sama, saling tolong menolong terhadap sesama".

Syah menjadi pasangan suami istri dan siap pula menghadapi romantika kehidupan berumah tangga
Referensi:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud
Penulis:
Slamet Priyadi Pangarakan, Bogor

Jumat, 14 Juni 2013

Wayang Motekar Pentaskan Lakon Anak

Wayang Motekar
TEMPO.CO , Jakarta:Wayang motekar kembali mementaskan lakon Si Acung di Alam Jelemun di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Jumat, 14 Juni 2013. Kali ini, pementasannya yang berlangsung 1 jam dari pukul 10 pagi, dikhususkan ke anak-anak Sekolah Dasar. "Ini merupakan pentas uji coba sebelum dipentaskan keliling untuk pelajar SD se-Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata penggagas wayang motekar Herry Dim kepada Tempo usai pementasan hari ini.

Motekar dari bahasa Sunda yang berarti kreatif, bentuknya seperti wayang kulit. Namun lembaran sosok tokoh wayangnya sama sekali berbeda. Gambarnya yang beraneka warna lebih mirip karikatur dan sosok pada komik dengan cerita situasi masa kini. Permainan wayang dan ceritanya dari balik layar, disampaikan dalang Sukma Sadulur Putra, serta seorang dalang cilik Rehan Edfi Ramadhan. Mereka juga diiringi permainan musik kacapi, suling, dan kendang, serta sinden.

Lakon Si Acung di Alam Jelemun karya Herry Dim, berkisah tentang petualangan seorang bocah bernama Acung. Suatu ketika, anak lelaki berkepala pelontos itu dan Kania rekannya, tersesat ketika asyik bermain. Mereka ternyata masuk ke alam lain yang dihuni para siluman berwujud aneh. Sesosok makhluk yang disebut Pak Demo, misalnya, bibirnya mencuat seperti alat pengeras suara. Sedangkan teman-temannya bertubuh campuran manusia dengan hewan, seperti kerbau, gajah, tikus, dan buaya.

Mereka berkumpul untuk menjalankan suatu misi. "Tugasnya merusak moral, sifat baik, dan menghancurkan anak-anak sekolah supaya malas belajar," kata Pak Demo, sosok yang suka berdemonstrasi. Caranya antara lain dengan memberikan telepon seluler pintar ke anak-anak dan membuat tawuran. Untuk itu, mereka memutuskan Acung sebagai tumbalnya.

Di alam jelemun, Acung berusaha membebaskan temannya dari sekapan para siluman. Pada babak ini, dalang mengajak puluhan penonton bocah berdialog lewat tokoh Acung yang sedang galau sambil bergurau. Narasi dalang yang meluncur dengan bahasa Indonesia dengan selipan kata-kata bahasa Sunda itu kemudian bercampur dengan kalimat atau kata anak-anak zaman sekarang.

Misalnya saat dalang saat menanyakan cara Acung membebaskan kawannya, "Mau tahu aja atau mau tahu banget?" Seorang penonton bocah lelaki menimpali, "Ciyus?" Pada babak akhir, Acung dibantu sekawanan binatang seperti kupu-kupu bernama Kiku-kiku, kucing, dan burung untuk mengalahkan para musuhnya.

ANWAR SISWADI