Denmas Priyadi Blog|Minggu, 28 April 2013|07:17 WIB
Di Jawa Barat wilayah Priangan Timur, Kabupaten Ciamis, tepatnya di daerah
Kawali terdapat situs sejarah Astana Gede berupa prasasti Kerajaan Sunda yang sempat
berdiri dan berkuasa di wilayah Priyangan Timur. Nama-nama raja yang pernah berkuasa di Tataran Sunda
itu tertera pada batu
bertulis yang kini masih berdiri tegak di Astana Gede, kota Kawali.
Untuk menikmati hutan yang cukup luas yang ada di Kawali dengan luas sekitar 4
hektar, dan sungai dengan pemandangan yang sangat indah, pengunjung bisa menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Setiba di kota Kawali, kita bisa terus melanjutkan
perjalanan
menuju Astana Gede sekitar
1 km dari kota Kawali kearah selatan.
Sayangnya, masih banyak masyarakat tataran Sunda sendiri yang belum
mengetahui secara pasti akan keterkaitan Situs Astana Gede dengan sejarah
Kerajaan Sunda tempo dulu. Sedangkan Pemda DT II Kabupaten Ciamis sendiri pun
nampaknya kurang begitu bergairah untuk menggali obyek wisata bersejarah yang
cukup potensial ini untuk dikelola secara optimal dan profesional. Hal ini
terbukti dengan jumlah pelancong yang dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan
bahkan bisa dikatakan semakin menurun, semakin sepi pengunjung. Hal ini sungguh
sangat ironis dengan semboyan kalimat yang melekat pada lambang DT II Kabupaten
Ciamis, “Mahayuna hayuna Kadatuan...Pakena gawe...Jayadi Buana”. Padahal
penggalan kalimat semboyan berbahasa Sunda kuno yang dijadikan simbol kebesaran
DT II Kabupaten Ciamis itudiambil dari kalimat yang tertera pada situs Astana
Gede. Mestinya segala upaya dan langkahuntuk mengembangan obyek wisata sejarah
Situs Astana Gede sudah dilakukan sejak dulu dalam rangka pengembangan daerah
Kabupaten Ciamis itu sendiri.
Berkait dengan situs sejarah, disebutkan
ada
lima kerajaan Sunda Besar di Jawa Barat. Di antaranyaadalah kerajaan“Salakanagara”
di Pandeglang, Banten (130-360M),
dan“Kerajaan Prabu Lingga Buana”.
Raja Lingga Buana mempunyai
empat putra, dan yang hidup hanya dua yaitu Putri
Dyah Pitaloka atau Citraresmi, dan
seorang putra bernama Wastu Kencana. Adapun Dyah Pitaloka atau Citraresmi, dikenal sebagai seorang putri
yang cantik jelita, dan elok parasnya. Karena keelokan dan kecantikannya inilah yang
menyebabkan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit terpuruk, terpesona, jatuh cinta hatinya dan
bersikeras ingin mempersunting
Dyah Pitaloka. Ketika
keluarga kerajaan Kawali akan mengantar putrinya ke Majapahit, di luar dugaan pada
saat tiba di Tuban, prajurit
pasukan Kerajaan
Majapahit yang dipimpin langsung Patih Gajah Mada, tiba-tiba menyerang rombongan
dari Kawali hingga pupus, semuanya
tewas. Patih Gajah Mada mengira rombongan pengantar putri itu hendak
menyerang Majapahit. Selang beberapa hari kemudian,
abu jenazah para petinggi kerajaan Kawali
yang tewas dalam pembantaian oleh pasukan Majapahit tersebut termasuk jenazah
Dyah Pitaloka atau Citraresmi dikirim
ke Kerajaan Kawali. Sejak itulah Prabu Lingga Buana bergelar Prabuwangi.
Penyerangan
yang dilakukan oleh pasukan Gajah Mada kepada Rombongan penganten dari Kawali
yang akan mengantar pernikahan putri raja Dyah Pitaloka dalam bentuk seserahan disalahartikan
oleh pasukan Majapahit. Pihak Majapahit menyangka rombongan itu akan menyerang kerajaannya,
hingga pasukan dari Kawali pun disikat habis. Sejak petinggi kerajaan Kawali meninggal,
tampuk pemerintahan diambil alih Mangkubumi Soradipati (1357-1371 M). Kemudian singgasana
kerajaan pun diberikan ke WastuKancana (1371-1475). Perjalanan kerajaan Kawali tersirat
dalam prasasti yang kini ada di Astana Gede.
Salah satu batu bertulis yang ada di Situs Astana Gede Kawali |
Batu bertulis lainnya yang ada di Situs Astana Gede |
Batu bertelapak tangan dan kaki di Situs Astana Gede Kawali |
Menhir di bawah pohon besar yang ada di situs Astana Gede |
Menhir lainnya yang ada di Situs Astana Gede |
Dalam perkembangan
berikutnya, lokasi kerajaan Kawali kini menjadi obyek wisata yang memiliki nilai
sejarah cukup tinggi dan potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata besar. Sayang, tempat ini kini nyaris terlupakan dan
generasi muda saat ini masih banyak yang tidak tahu perihal Prasasti Astana
Gede. Tempat bersejarah ini kini nyaris terlupakan dan hanya dikunjungi wisatawan
ketika Lebaran tiba. Padahal obyek wisata ini sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi obyek wisata yang berani bersaing dengan obyek wisata sejarah lainnya
yang ada di Indonesia.
Posted:
Slamet
Priyadi Pangarakan – Bogor