Sang Hyang Tunggal |
SELASA, 25 DES. 2012 – Blog Slamet
Priyadi: “KARYA SENI BUDAYA NUSANTARA” - Dalam buku “Sejarah Wayang Purwa” tulisan
R. Harjawiguna, beliau menuturkan, Wayang Purwa adalah sebagai perlambang
kehidupan manusia di dunia ini. Adapun asal-usul wayang berawal dari Sang Hyang
Manikmaya (Betara guru) dan Sang Hyang Ismaya (Semar) sebagai Dewa. Manikmaya
dan Ismaya adalah putra Sang Hyang
Tunggal (yang tidak diwujudkan
sebagai wayang). Kedua putra itu awalnya
berupa cahaya dan terjadinya pada waktu yang bersamaan. Manikmaya bersinar-sinar sedang Ismaya
bercahaya kehitam-hitaman. Kedua cahaya itu berebut tua.
Semar |
Melihat ini lalu Sang Hyang Tunggal
bersabda, bahwa cahaya kehitam-hitamanlah yang tertua. Akan tetapi, cahaya kehitaman ini tidak bisa
berjiwa sebagai Dewa dan diberi nama Ismaya, yang memiliki sifat-sifat sebagai manusia
dan dititahkan agar tetap tinggal di dunia untuk mengasuh turunan Dewa yang
berdarah Pandawa dengan nama Semar
yang diwujudkan dalam bentuk tubuh dan rupa manusia berwajak buruk.
Sedangkan
cahaya yang bersinar-sinar diberi nama Manikmaya, dia tetap tinggal di Suralaya (Kerajaan Dewa). Dengan keputusan ini Manikmaya merasa bangga,
karena ia tak punya cacat dan sangat berkuasa. Akan tetapi perasaan bangga dan
angkuh semacam itu justru merupakan
kelemahan dan cacat dari Manikmaya karena sebagai dewa seharusnya sifat-sifat
seperti itu tak dimiliki oleh seorang dewa.
Kedua peristiwa ini adalah sebagai
perlambang. Ismaya sebagai lambang badan
manusia yang kasar dan Manikmaya sebagai lambang kehalusan bathin manusia. Jiwa yang kasar (Semar) senantiasa menjaga
kelima Pandawa yang ujudnya adalah Panca indera atau kelima perasaan tubuh
manusia seperti:
1. Indera hidung (Yudistira)
2. Indera telinga (Bima)
3. Indera mata (Arjuna)
4. Indera mulut (Nakula)
5. Indera peraba badan (Sadewa)
Kelima indera ini atau kelima Pandawa
hendaknya jangan sekali-kali menempuh jalan kesalahan, seperti 1) Hidung sebagai indra penciuman, jangan hanya
senang pada saat mencium bau yang harum dan serba wangi, 2) Telinga sebagai
indra pendengaran, jangan hanya mendengarkan pada suara yang merdu, 3) Mata sebagai
indra penglihatan, jangan hanya melihat pada keindahan dan sebagainya. 4) Mulut
harus dijaga jangan sampai mengucap perkataan yang tidak baik. 5) Tubuh atau
badan sebagai indra peraba harus dijaga jangan sampai melakukan sesuatu yang
melanggar etika.
Seyogyanya apapun yang mengenai kelima
perasaan itu, jangan sampai salah menggunakannya. Kebaikan dan keburukan
semuanya berasal dari perbuatan sendiri. Oleh karena itu sedapat mungkin kedua
jalan tersebut dikembalikan pada pertimbangan ketenangan hati.
Inilah
tugas Semar untuk menjaga Pandawa agar mereka menjauhi permusuhan dengan
Kurawa, ialah nafsu amarah. Akan tetapi Manikmaya (bathin) yang senantiasa
menggoda dan mudah mengusik rasa jiwa yang menunjukkan pada kesalahan, maka
Pandawa dan Kurawa tak henti-hentinya berperang, hingga pada perang pamungkas
perang penghabisan, perang Baratayuda akhirnya dimenangkan oleh pihak Pandawa.
Berkait dengan ini mungkin ada yang
beranggapan bahwa Batara Guru atau Manikmaya yang paling benar dan berkuasa
segalanya. Akan tetapi ingat, Manikmaya masih memiliki sifat lemah yaitu
keangkuhannya yang merasa dirinya paling benar dan paling sempurna. Apabila ia
sangat berkuasa dan sempurna tentulah tidak akan ada cacat pada dirinya. Jika memang
Manikmaya berkuasa tak terhingga, akan tetapi masih ada kebijaksanaan Semar
yang dapat mengatasi kekuasaan Manikmaya tersebut.
Referensi: * Sejarah Wayang Purwa / R.Harjawiguna
* Unsur Islam Dalam Pewayangan / Drs. H. Effendi Zarkasi * Karakter Tokoh
Pewayangan Mahabarata / Sri Guritno.
Ismaya sebagai lambang badan manusia yang kasar dan Manikmaya sebagai lambang kehalusan bathin manusia. Jiwa yang kasar (Semar) senantiasa menjaga kelima Pandawa yang ujudnya adalah Panca indera atau kelima perasaan tubuh manusia seperti:
BalasHapus1. Indera hidung (Yudistira)
2. Indera telinga (Bima)
3. Indera mata (Arjuna)
4. Indera mulut (Nakula)
5. Indera peraba badan (Sadewa)