Slamet Priyadi |
Inspirasi Dari Kali
Sadane
Karya Slamet
Priyadi│Sabtu, 16 Maret 2013│21:45 WIB
Gemericik air Sungai Sadane
Bunyi kemerisik daun bambu
Gema suara serangga-serangga malam
Lantunkan nada-nada
Dendangkan harmoni tembang malam
Menguak sepi di malam nan sunyi
Ku langkahkan kaki menuruni tebing Sungai Sadane
Melalui jalan setapak bertangga batang kayu
Di atas sebongkah batu sebesar kerbau
Aku duduk sambil tengadahkan kepala ke langit biru
Dan, di atas sana ku lihat jutaan bintang kemintang
Sang Dewi Malam dengan cahayanya yang terang benderang
Sejukkan hati nan gundah, tenangkan pikiran nan
bimbang
Lenyapkan rasa amarah berang kepalang
Terhadap manusia tamak, pongah dan serakah
Seperti nyamuk-nyamuk penghisap darah yang terus
menggigit
Dan tak mau berhenti sebelum perutnya membuncit
Kp. Pangarakan –
Bogor
Gelegar Pertala
Denmas Priyadi Blog│Selasa, 05 Maret 2013│06:30 WIB
Geram gelegar pertala usik marcapada
Saksikan prilaku dan ulah manusia
Yang tak lagi berunggah-ungguh kedepankan etika
Sana sini hanya umbar syahwat
Nafsu angkaranya pun kian menggeliat
Yang digugu dan ditiru lenyapkan rasa malu
Yang digdaya dan kuasa cengkeramkan kuku
Pancanakanya pun kian menghujam
Membenam semakin dalam
Menusuk jantung dan merobek selimut social
Masyarakat kecil yang kian melemah, gontai dan
lunglai
Tiada berdaya…
Ya, yang tak lagi punya daya dan upaya
Slamet Priyadi Kp.
Pangarakan-Bogor
Pituah
Segumpal Asap Rokok
Denmas
Priyadi Blog│Jumat, 28 Desember 2012│09:30 WIB
Selepas
tidur suntuk semalam, di pagi cerah ini, aku minum secangkir kopi
Terasa
dada ini menghangat meski sedikit menyengat
Sambil
menghisap sebatang rokok, aku tatap jendela rumah
Nampak
bingkai kayunya mulai rapuh-ruah
Pikirku
pun jadi menerawang ya, begitulah aku sekarang
Semakin
tua usia lekang, semakin merenta tulang-tulang
Kembali
aku hisap rokok yang ada di jemariku
Asapnya
mengepul-ngepul kelabu, berputar-putar di depan mataku
Melayang-layang
di telinga seperti berbisik dan berkata-kata,
"Usia tuan semakin lanjut dan berkurang, apa yang sudah tuan
persiapkan dari sekarang
‘tuk bekal tuju ke Maniloka alam kelanggengan"
Segera aku
matikan rokok di jemari melangkah gontai dan lunglai
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Tuhan,
dosa-dosaku semakin merebak, hingga kini pun belum jua terkuak
Aku jauh
dari-MU, dan semakin jauh dari-MU, gerakkanlah hati hamba-MU,
Berikanlah
kasih-MU, berikanlah rahmat-MU agar aku dekat, dan kembali ke jalan-MU
Amieeen......
Amieeen......
Slamet Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Carmuka
Denmas Priyadi Blog│Senin, 17 Desember 2012│07:16
WIB
Adalah
sudah merupakan kebiasaan kebanyakan orang-orang kita
Suka dan
gemar sekali cari muka
Sana-sini
mencaci, sini-sana memuja
Di depan
menjilat-jilat lidahnya pintar bersilat
Ketika
kepentingannya tak didapat, dia pun melompat ba’ kutu loncat
Janji ‘tuk
loyal prasetia, dengan puji dan puja lupalah semua
Kesetiaan
yang tersisa hanya kepentingan semata
Di
belakang menista tiada henti cari kesalahan di sana-sini
Di depan
menjilat-jilat menyosorkan diri
Dengan
alibi demokrasi bicaranya ceplas-ceplos tanpa isi, tanpa basa-basi
Asalkan
senanglah di hati
Yakh,
begitulah memang prilaku diri
Si Carmuka
yang suka cari muka di sana dan di sini
Slamet Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Kau Tak Pernah
Mau Sirna
Denmas Priyadi Blog│09 Desember 1978│08:45 WIB
Sudah tiga puluh satu warsa sejak
taqdir pisahkan kita
Bayang-bayangmu Lutfia, masih jua tak
pernah mau sirna
Dari benakku, bahkan dari jiwaku, dan
segala rasa ini semakin menyiksaku
Segala daya, segala upaya telah
aku coba
Memecah cermin kalbu,
mengoyak
tabir rindu, melepas rantai belenggu
Bahkan aku
kepakkan sayap terbang kembara ke alam dewangga ‘tuk
lupakan segala lara
Namun, kau masih jua tak pernah mau sirna dari
benakku, dari kalbuku
Dan kenangan itu,
serta
gelora rasa ini, bahkan selalu mendera hari-hariku
Menteror jiwaku di setiap waktu
Slamet Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Sajak Dari Bukit
Parigi
Denmas Priyadi Blog│Minggu, 16 Des. 2012│09:25 WIB
Meniti jalan setapak di kaki bukit Parigi
Saat cahaya Mentari pagi menelusup celah-celah daun
bambu
Di simpang kelok jalan bertugu batu
Nampak dua ekor anjing berpadu satu saling ungkapkan
hasrat nafsu
Merasa terganggu atas kehadiranku
Keduanya menyalak keras ke arahku seakan protes dan
berkata
“Wahai manusia, kami bukan sepertimu yang memiliki
etika dan rasa malu
Jadi, silahkan lewati jalan ini, dan angan ganggu
kenikmatan kami”
Kemudian aku
pun berlalu
Melewati gundukan semak-semak jalan setapak
Di balik rimbunnya daun bambu dan pohon salak
Nampak di sana, dua ekor kera jantan dan betina sedang
ungkapkan hasrat senggama
Merasa terganggu atas kehadiranku, keduanya, dengan
wajah galak mata terbelalak
Menatap garang ke arahku seakan protes dan berkata,
“Wahai manusia kami bukan sepertimu yang memiliki
etika dan rasa malu
Jadi, lewati jalan ini dan jangan ganggu kenikmatan
kami”
Kemudian akupun segera berlalu
Tak terasa waktu berganti, Surya pagisemakin
meninggi
Aku terus melangkah meniti jalan setapak di kaki
bukit Parigi
Melewati kebun yang buahnya mulai ranum
Melewati pematang sawah yang padinya mulai menguning
Dua wanita jelita menyapa dengan tingkah menggoda yang
mengundang hasrat jiwa
“Wahai tuan kami tahu, tentu tuan seperti yang lain
Mampirlah di kedai kami, di sini ada kopi kehangatan
Sesuai dengan selera dan rasa yang tuan inginkan”
Dan akupun terus berlalu
Ketika peluh membasahi seluruh tubuh
Ketika rasa lelah mulai mengeluh
Aku putuskan untuk henti berjalan
Rehat, istirahat kembali segarkan badan
Segera aku hampiri kedai di ujung jalan
Pesan secangkir kopi dan setatakan gorengan
Dengan lemah gemulai dan kemayu
Perempuan kedai itu buatkan kopi pesananku
Sambil tawarkan hasrat tak malu-malu
“Wahai tuan, tadi ada tiga orang dari kota sama
seperti tuan
Dan, sekarang pun masih di dalam biasa tuan, cari
belai-belai kehangatan
Apakah tuan juga berkeinginan sama seperti mereka?”
Ucap perempuan itu sambil tertawa cekikikan
Tiada kata-kata terucapkan segera aku bayar
secangkir kopi dan gorengan
“Benar-benar tak punya etika dan rasa malu”
Aku menggerundel, dan segera berlalu dari kedai itu
Slamet Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Sang
Rajawali Garuda
Denmas
Priyadi Blog |
Minggu, 23 0ktober 2011| 01:30
WIB
Kau Rajawali,
Garudaku…
Digjaya, perkasa nan
gagah perwira
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Kau Rajawali, Garudaku...
Kini tak gagah dan perkasa lagi
Bintangmu nyaris tak berlima segi
Bantengmu seakan tak
bertaji
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Kau Rajawali, Garudaku...
Hayo, keluarkanlah daya saktimu
Terbanglah tinggi-tinggi
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar