Senin, 24 Desember 2012

Dongeng: "JOKO KENDIL" Diceritakan oleh Sita


Sabtu,01 April 2012 – Sita Blog : Adik-adik,  kali ini kakak akan menceritakan  salah satu dongeng yang berasal dari daerah Jawa tengah yaitu “Joko Kendil”.  Di daerah Jawa Tengah, kata kendil adalah nama sebuah alat rumah tangga yang berfungsi sebagai alat untuk memasak nasi yaitu periuk. Nah, pertanyaannya sekarang, mengapa seorang anak laki-laki itu diberi nama Joko Kendil? Mari kita simak cerita dongeng Joko Kendil ini!

Diceritakan, ada seorang janda tua miskin dengan seorang puteranya yang memiliki perawakan kecil seperti sebuah periuk (kendil).  Oleh karena itulah anak laki-lakinya ini diberi nama Joko Kendil. Meskipun puteranya memiliki tubuh kecil menyerupai sebuah periuk, ibu Joko Kendil tidak pernah menyesal bahkan teramat menyayangi puteranya itu. Apa saja yang diminta dan diinginkan Joko Kendil selalu diberikan dan dikabulkan.

Saat Joko Kendil masih kanak-kanak, ia bersifat nakal dan lucu. Joko Kendil suka sekali mengganggu tetangganya dengan memanfaatkan tubuhnya yang kecil menyerupai periuk itu. Diceritakan, saat tetangganya mengadakan kendurian, secara diam-diam ia menyelinap ke dapur tetangganya itu dan berdiri di antara periuk-periuk yang sedang digunakan untuk memasak. Perbuatan Joko Kendil ini acapkali membuat tukang masak tertipu. Mereka menganggap Joko Kendil adalah juga sebuah periuk, oleh tukang masak lalu dimasukkan makanan yang enak-enak. Dengan sigapnya Joko Kendil menerima bermacam kueh dan makanan tersebut lalu dibawanya pulang ke rumah diberikan kepada ibunya.  Tentu saja ibu Joko Kendil terkejut dan heran lalu bertanya kepada anaknya itu,

Joko Kendil anakku, dari manakah kau curi semua  makanan-makanan yang enak ini?” Hardik ibunya kepada Joko Kendil.

“Aku tidak mencuri ibu, ibu yang mempunyai hajat itu sendirilah yang memberikannya kepadaku!” lalu Joko Kendil menceritakan semua pengalaman yang dilakukannya itu kepada ibunya.

Ibu, mereka menyangka aku adalah kendil-kendil yang sedang dipakai untuk memasak makanan-makanan itu, bukan Joko Kendil.” Mendengar cerita anaknya yang nakal dan jenaka ini ibunya tidak jadi marah bahkan tertawa. Yang membuat ibu Joko Kendil menjadi tambah bingung adalah Joko Kendil menginkan seorang istri untuk pendamping hidupnya, tak tanggung-tanggung, ia minta dilamarkan seorang putri raja untuk dijadikan istrinya. Ibunya menjadi amat terkejut karena merasa itu hanyalah khayalan bagai punguk merindukan bulan.

“Joko Kendil! Apakah kemauanmu itu tidak salah? Itu sama seperti punguk merindukan bulan saja anakku! Kita ini hanya orang miskin dan papa, tubuhmu pun kecil tidak seperti orang kebanyakan, bagaimana mungkin kita bisa diterima bahkan sebaliknya malah kita akan mendapatkan cacian dan hinaan karena tidak tahu diri dengan keadaan kita, tidak malukah engkau Joko Kendil?” berkata ibunya mengingatkan Joko Kendil.

“Ibu, janganlah berkecil hati. Kabulkan saja permintaan anakmu ini. Percayalah kepadaku, bu!”

Sekalipun hati kecil ibunya penuh dengan keraguan, dan oleh karena begitu teramat mencintai anaknya yang Cuma satu-satunya itu, ibu Joko Kendil akhirnya berangkat juga ke kota untuk menghadap raja melamar putrid raja untuk putranya terkasih.

Singkat cerita, sampailah ibu Joko Kendil di kota raja. Di sana ia langsung pergi ke istana dan menghadap sang baginda raja. Raja ini mempunyai tiga orang putri yang semuanya berparas cantik jelita yang masing-masing memiliki watak yang berbeda. Ketika ibu Joko Kendil menyampaikan maksudnya untuk melamar sang putri kepada raja untuk putranya, sang raja tidak marah lalu menyampaikan kepada ke tiga putrinya tentang lamaran dari ibu Joko Kendil tersebut,

“Wahai ke tiga putriku, ayah kira kalian kini sudah tiba waktunya untuk menikah karena kalian semua sudah beranjak dewasa. Dan kini ada yang melamar kalian, ayah menyerahkan semuanya ini kepada kalian, keputusan ada di diri kalian mau menolak atau menerima lamaran itu.” Berkata baginda raja kepada ketiga putrinya. Putri pertama menjawab,

“Ayah, terus terang, ananda hanya bersedia dinikahkan oleh seorang raja atau saudagar kaya raya. Ananda tidak sudi jika menikah oleh orang kampong yang teramat miskin itu.” Jawab sang putri pertama sambil menunjukkan telunjuknya kea rah ibu Joko Kendil dengan ekspresi wajah penuh penghinaan.

“Baik, sekarang denganmu putri ke dua, apakah engkau menerima atau menolak lamaran Joko Kendil sama seperti kakakmu?” Tanya sang baginda kepada putri ke duanya.

Putri ke dua baginda raja menjawab juga menolak, “Ayah, ananda juga tak sudi jmenikah dengan Joko Kendil orang dusun itu yang tentunya buruk rupanya. Tidak, tidak, ayah. Sungguh, ananda tidak sudi!”

“Baik, kamu berdua menolak, ayah bisa memahami sikapmu. Sekarang bagaimana denganmu putri ke tiga? Apakah kamu juga menolaknya, sama seperti ke dua kakakmu?”

Sungguh di luar dugaan ibu Joko Kendil, ternyata jawaban putri ke tiga putri bungsu sang baginda raja menerima lamaran putranya Joko Kendil, putri bungsu menjawab,

“Ayah, apabila ayah tidak berkeberatan, dan menyetujui keputusan hamba, terus terang ananda akan menerima lamaran Joko Kendil dengan senang hati. Semoga ayah bisa menerima keputusan hamba ini.”

Kendatipun raja sangat heran dan merasa keberatan, akan tetapi sebagai seorang raja yang kata-katanya menjadi panutan rakyatnya, lagi pula ia sudah dikenal raja yang sangat bijaksana dan dicintai rakyatnya di seluruh negeri, akhirnya dapat memahami keputusan putri bungsunya itu dan menerima lamaran Joko Kendil untuk menikahi putrinya itu.

Singkat cerita pesta perkawinanpun dilangsungkan dengan sangat meriah. Melihat tubuh Joko Kendil yang kecil dan menyerupai periuk, dan rupa yang buruk dari Joko Kendil, ke dua saudaranya menghina dan mengejek tiada henti-hentinya,

“Ha ha ha…sudah mukanya jelek, badannya cebol pula seperti kendil!”

“Iya, iya, iya, ya…seperti kendil yang ada di dapur itu, ha ha ha…!” demikian ejek saudara-saudaranya itu, setiap saat tak pernah bosan-bosannya mencela, mengejek putri Melati, demikian nama putri bungsu raja. Akan tetapi putri Melati tetap bersabar dan tak pernah sakit hati. Semua hinaan, ejekan, dan celaan diterimanya dengan penuh ketabahan dan penuh kesabaran.

Pada suatu ketika, baginda raja menyelenggarakan pertandingan adu ketangkasan para panglima kerajaan. Pertandingan adu ketangkasan itu dilaksanakan di tempat lapang terbuka yaitu di alun-alun istana. Baginda raja dengan seluruh panglima, pengawal kerajaan, dank e tiga putrinya turut pula menyaksikan pertandingan adu ketangkasan tersebut. Akan tetapi di sana tak tampak Joko Kendil, putri Melati duduk sendiri tanpa suaminya Joko Kendil. Apakah yang terjadi dengan Joko Kendil?

Sebenarnya Joko Kendil telah memohon izin kepada raja untuk tidak ikut menyaksikan pertandingan adu ketangkasan. Ia lebih memilih tinggal di istana dengan alasan sedang sakit.  Dan sang raja dapat memahami akan hal ini.

Tak lama kemudian pertandingan adu ketangkasanpun dimulai. Suara gegap gempita teriakan dan tepuk tangan penonton menggelegar di alun-alun tempat pertandingan. Para peserta pertandingan Nampak saling memperlihatkan kecakapan dan ketangkasannya masing-masing. Semuanya memukau penonton.

Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba di tengah-tengah arena pertandingan muncul seorang kesatriya yang gagah dan tampan rupanya. Kesatriya gagah dan tampan itu berpakaian sangat indah sesuai dengan kegagahan dan ketampanannya. Sang baginda raja menduga-duga, siapakah kesatriya gagah perkasa yang tampan rupanya itu? Adapun kedua saudara kandung Melati tak luput mengejek adiknya putri bungsu,

“Hai Melati, kesatriya gagah pemuda tanpan itulah yang pantas menjadi suamimu atau suamiku. Mengapa kamu mau menerima Joko Kendil yang cebol dan buruk rupa itu? He he he…!”

Tak tahan dengan ejekan dan celaan ke dua saudaranya itu, Melati berlari sambil menangis meninggalkan tempat duduknya, sementara pertandingan terus berlangsung. Sesampai di biliknya, ia agak terkejut karena di sudut biliknya itu tergeletak kendil dalam keadaan kosong. Melati semakin kesal, lalu iya membanting kendil tersebut, praaang! Suara kendil pecah berkeping-keping berserakan di lantai biliknya. Sementara itu di luar pertandingan adu ketangkasan telah berakhir dan pemenangnya adalah kesatriya tampan, pemuda yang gagah perkasa tadi. Pada saat itu pula, secara tiba-tiba berkelebat bayangan yang memasuki bilik sang Putri Bungsu, Melati. Bayangan itu ternyata adalah sang pemuda gagah nan tanpan pemenang sayembara adu ketangkasan tadi.

Di dalam kamarnya itu, Joko Kendil mencari kendilnya yang ternyata sudah pecah berkeping-keping. Pada saat bersamaan dilihat istrinya, si Putri Bungsu sedang menangis tersedu-sedu. Kemudian Joko Kendil membelai rambut istrinya seraya menyentuh dagunya. Tentu saja sang Putri Melati menjadi terperanjat dan ia menepis tangan Joko Kendil berlari ke sudut kamar dengan sangat ketakutan. Menanggapi kejadian ini akhirnya Joko Kendil menjelaskan semuanya, bahwa dia akan menjadi seorang kesatriya kembali setelah ada seorang putri yang mau mencintainya dan mau berkorban untuk menjadi istrinya dengan tulus murni.  Melihat perubahan bentuk pada diri Joko Kendil, Putri Melati menjadi amat suka cita dan mereka berdua akhirnya hidup bahagia. Sedangkan Joko Kendil kini telah menjadi panglima kerajaan. Sebaliknya keadaan ini telah membuat iri hati ke dua saudaranya, dan memohon maaf kepada Melati, menyesali perbuatannya. Referensi: James Dananjaya: “Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah”Jakarta:1992. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 

Sekian

1 komentar:

  1. Cerita dongeng ini menarik karena mengajarkan kepada kita, agar kita selalu bersikap kritis dan tidak bertindak sembrono. Jika kita mendapat penjelasan tentang sesuatu hal, jangan cepat begitu saja menerimanya. Harus menangkap dan dipikirkan dahulu makna apa yang sebenarnya terkandung di dalamnya, sehingga kita tidak melakukan kesalahan-kesalahan seperti apa yang dilakukan Joko Bodo dalam cerita tersebut di atas.

    BalasHapus