Blog Ki Slamet: Seni Budaya Nusantara
Rabu, 13 Juli 2016 - 13:29 WIB
Rabu, 13 Juli 2016 - 13:29 WIB
Sore itu Sabtu, 09 Juli 2016 sekitar pukul 16:00 WIB di Kp. Kramat Asem, Utankayu Selatan terdengar gesekan instrumen musik rebab yang melengking keras dan seperangkat instrumen perkusi kecrek, kenong, dan kendang memainkan lagu-lagu gambang kromong. Beberapa di antaranya adalah Jali-Jali, Sirih Kuning, dan Ondel-Ondel dari album lawas Ida Royani-Benyamin Sueb.
Rupanya lagu-lagu tersebut dimainkan oleh skelompok pengamen muda belia berusia belasan tahun, mengiringi tarian sepasang ondel-ondel Betawi yang bergoyang, berbutar-putar di sepanjang jalan dan gang sempit di tengah padatnya perumahan penduduk yang dilaluinya.
Persis, ketika rombongan pengamen onde-ondel itu lewat di depan rumah Almarhum bapak Aspas, tempat singgah kami sekeluarga lebaran Idul Fitri 1437 Hijriah, di halaman rumah yang tak begitu luas, rombongan pengamen itu berhenti.
Tak berapa lama kemudian rombongan pengamen ondel-ondel itu kembali memainkan musik Betawi irama gambang kromong dengan lagu-lagu khasnya yang sudah tak asing lagi bagi warga Kampung Kramat Asem, Utankayu Selatan yang memang mayoritas penghuninya adalah masyarakat Betawi.
Sepasang ondel-ondel Betawi kembali menari-nari, berputar-putar, berjalan lenggak-lenggok kian kemari mengikuti irama lagu dan iringan musik pengiring yang mengalun mendayu-dayu, merayu-rayu penuh kemayu.
Sementara musik dan ondel-ondel terus beraksi, salah seorang rombongan pengamen berkeliling mengajak penonton yang kebanyakan anak-anak dan ibu rumah tangga untuk memberi uang saweran.
Karena tak banyak anak-anak dan ibu-ibu penonton yang berpartisipasi memberi uang saweran,
aku bertanya kepadanya:
aku bertanya kepadanya:
“Oya, mong-omong kalo satu lagu berapa uang sawernya?”
“Lima ribu rupiah, pak!” jawabnya singkat.
“Baik, kalo begitu saya pesan lima lagu, ya!”
Aku pun segera ambil uang dari saku baju Rp.10.000 dan minta pula pada isteri dan saudara iparku yang ikut menonton hingga terkumpul semuanya sebanyak Rp.25.000 lalu serahkan ke padanya. Meski nilai uang itu relatif tak seberapa untuk sebuah apresiasi musik, namun ada keceriaan nampak pada wajah rombongan pengamen Ondel-ondel, karena tujuan mereka mengamen lewat kesenian Ondel-Ondel Betawi, semata-mata adalah untuk melestarikan budaya Betawi, khususnya kesenian Ondel-Ondel yang kini sudah mulai ditinggalkan oleh banyak generasi muda Betawi itu sendiri.
Kramat Asem, Utankayu Selatan
Sabtu, 09 Juli 2016 – 22 : 15 WIB