Kamis, 02 Mei 2013

Agus Tampilkan Sosok Petruk Jadi Pahlawan Masyarakat


Jawa Po – Radar Yogya │Friday, 03 May 2013│10:18 WIB 

Lukisan Agus dengan tea wayang
Itulah yang terlihat di Roemah Pelantjong Km 8 Mlati, Sleman.  Goresan keprihatian bercampur dengan semangat untuk tetap melestarikan budaya wayang melalui  pameran  lukisan. Rasa prihatin ini menggugah beberapa seniman seni rupa seperti Agus Nuryanto, Lukman, dan Bayu Puwantono. Mereka menggelar pameran bertajuk “ Anak Wayang”. Pameran diselenggarkan sejak 29 April lalu. Rencananya, pameran akan berakhir Sabtu (4/5) besok.“Sesuai hakikat wayang dari zaman dulu hingga sekarang selalu dijadikan  media pembelajaran sekaligus merangkum satu peristiwa.  Nilai-nilai penting tetap ada dalam setiap pengemasannya,” kata Agus kemarin (2/5).Pameran lukisan ini lebih tepat dikatakan  sebagai gaya kontemporer. Ini  karena para seniman mencoba menghadirkan isu-isu terkini melalui media lukisan wayang. Inilah yang menjadi misi mereka, selain menjaga warisan budaya. Juga sebagai media kritik bagi semua  kalangan.Salah satu karya yang mecolok dan menggelitik adalah karya milik Agus yang berjudul Super Hero. Dalam lukisannya digambarkan sosok Petruk yang mengenakan kostum Gundala Putra Petir. Lukisan Achrylic On Canvas berukuran 92 cm X 97 cm ini menggambarkan masyarakat yang jenuh dan mendambakan sosok pahlawan  menyelesaikan permasalahan mereka.Mengenakan kostum warna biru, dan dikelilingi wayang sebagai simbolik rakyat kecil, Petruk seakan siap beraksi dan menjadi pahlawan untuk memberikan rasa aman, nyaman dan sentosa kepada rakyat yang telah merindukan sosok ini.

“Sosok Petruk adalah seorang punakawan yang tampil ketika goro-goro dan bisa dibilang sering bercanda. Ditampilkan sebagai superhero karena ingin menggambarkan bahwa semua orang bisa menjadi pahlawan jika memang sosok ini dibutuhkan dan masyarakat sudah jengah,” kata Agus.Lukisan lain yang tidak kalah nyentriknya karya Lukman yang berjudul Pisowanan Agung. Dilukis dalam media yang cukup besar berukuran 230 cm x 145 cm, lukisan ini menceritakan ketika para Pandawa Lima dan Bala Kurawa menghadap Resi Bisma dalam sebuah meja pertemuan.Karya ini mirip dengan kisah Perjamuan Terakhir, saat Yesus bertemu dengan murid-muridnya. Melalui lukisan ini Lukman ingin menggambarkan segala hal bisa dipersatukan jika memiliki sebuah atau sosok panutan yang dianggap mewakili semua suara tiap elemen dalam hal ini guru para Pandawa dan Kurawa yaitu Resi Bisma.“ Inilah sisi kontemporernya, disamping untuk menyesuaikan perkembangan jaman, juga bertujuan untuk memberi warna yang berbeda,” kata Lukman.Pameran ini memamerkan beberapa rupa wayang yang dilukis dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan aliran masing-masing pelukis. Dengan gaya kontemporer, para pelukis menghadirkan kembali sosok tokoh wayang yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Lukisan yang dipamerkan berjumlah 20 karya milik ketiga seniman mengajak para pengunjung untuk berpikir dan memaknai tiap lukisan. Dikemas dengan gaya lukis dan aliran yang berbeda dari masing-masing seniman diharapkan dapat memberi warna baru dan mampu mengajak pengunjung untuk lebih memaknai sejarah dan makna pewayangan dari kacamata seniman perupa.

“Semoga karya ini dapat dijadikan media kritik dan juga pengenalan kembali tokoh-tokoh wayang, harapannya generasi muda menjadi penerus harta kekayaan budaya yang dimiliki,” kata Bayu.Pameran Anak Wayang ini berawal dari pertemuan ketiga seniman yang sama-sama memiliki minat terhadap dunia wayang. Berangkat dari hal inilah, ketiga seniman ini sepakat untuk mengangkat dan melestarikan Wayang melalui media lukisan.Meski sama-sama menggemari dunia wayang, namun Agus mewakili ketiga seniman mengungkapkan Anak Wayang belum bertujuan didirikan sebagai kelompok seni. “Masih banyak seniman yang hobi wayang dan memiliki karya indah.  Pameran ini hanya menjadi perwakilan agar wayang tetap dijaga dan dilestarikan,” tambah Agus. (*/kus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar