|
Lukisan Agus dengan tea wayang |
Itulah
yang terlihat di Roemah Pelantjong
Km 8 Mlati, Sleman. Goresan keprihatian bercampur dengan semangat untuk
tetap melestarikan budaya wayang melalui pameran lukisan. Rasa
prihatin ini menggugah beberapa seniman seni rupa seperti Agus Nuryanto,
Lukman, dan Bayu Puwantono. Mereka menggelar pameran bertajuk “ Anak Wayang”.
Pameran diselenggarkan sejak 29 April lalu. Rencananya, pameran akan berakhir
Sabtu (4/5) besok.“Sesuai hakikat wayang dari zaman dulu hingga sekarang
selalu dijadikan media pembelajaran sekaligus merangkum satu peristiwa.
Nilai-nilai penting tetap ada dalam setiap pengemasannya,” kata Agus kemarin
(2/5).Pameran lukisan ini lebih tepat dikatakan sebagai gaya
kontemporer. Ini karena para seniman mencoba menghadirkan isu-isu
terkini melalui media lukisan wayang. Inilah yang menjadi misi mereka, selain
menjaga warisan budaya. Juga sebagai media kritik bagi semua
kalangan.Salah satu karya yang mecolok dan menggelitik adalah karya milik
Agus yang berjudul Super Hero. Dalam lukisannya digambarkan sosok Petruk yang
mengenakan kostum Gundala Putra Petir. Lukisan Achrylic On Canvas berukuran
92 cm X 97 cm ini menggambarkan masyarakat yang jenuh dan mendambakan sosok
pahlawan menyelesaikan permasalahan mereka.Mengenakan kostum warna
biru, dan dikelilingi wayang sebagai simbolik rakyat kecil, Petruk seakan
siap beraksi dan menjadi pahlawan untuk memberikan rasa aman, nyaman dan
sentosa kepada rakyat yang telah merindukan sosok ini.
“Sosok Petruk adalah seorang punakawan yang tampil ketika goro-goro dan bisa
dibilang sering bercanda. Ditampilkan sebagai superhero karena ingin
menggambarkan bahwa semua orang bisa menjadi pahlawan jika memang sosok ini
dibutuhkan dan masyarakat sudah jengah,” kata Agus.Lukisan lain yang tidak
kalah nyentriknya karya Lukman yang berjudul Pisowanan Agung. Dilukis dalam
media yang cukup besar berukuran 230 cm x 145 cm, lukisan ini menceritakan
ketika para Pandawa Lima dan Bala Kurawa menghadap Resi Bisma dalam sebuah
meja pertemuan.Karya ini mirip dengan kisah Perjamuan Terakhir, saat Yesus
bertemu dengan murid-muridnya. Melalui lukisan ini Lukman ingin menggambarkan
segala hal bisa dipersatukan jika memiliki sebuah atau sosok panutan yang
dianggap mewakili semua suara tiap elemen dalam hal ini guru para Pandawa dan
Kurawa yaitu Resi Bisma.“ Inilah sisi kontemporernya, disamping untuk
menyesuaikan perkembangan jaman, juga bertujuan untuk memberi warna yang
berbeda,” kata Lukman.Pameran ini memamerkan beberapa rupa wayang yang
dilukis dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan aliran masing-masing pelukis.
Dengan gaya kontemporer, para pelukis menghadirkan kembali sosok tokoh wayang
yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Lukisan yang dipamerkan berjumlah
20 karya milik ketiga seniman mengajak para pengunjung untuk berpikir dan
memaknai tiap lukisan. Dikemas dengan gaya lukis dan aliran yang berbeda dari
masing-masing seniman diharapkan dapat memberi warna baru dan mampu mengajak
pengunjung untuk lebih memaknai sejarah dan makna pewayangan dari kacamata
seniman perupa.
“Semoga karya ini dapat dijadikan media kritik dan juga pengenalan kembali
tokoh-tokoh wayang, harapannya generasi muda menjadi penerus harta kekayaan
budaya yang dimiliki,” kata Bayu.Pameran Anak Wayang ini berawal dari
pertemuan ketiga seniman yang sama-sama memiliki minat terhadap dunia wayang.
Berangkat dari hal inilah, ketiga seniman ini sepakat untuk mengangkat dan
melestarikan Wayang melalui media lukisan.Meski sama-sama menggemari dunia
wayang, namun Agus mewakili ketiga seniman mengungkapkan Anak Wayang belum
bertujuan didirikan sebagai kelompok seni. “Masih banyak seniman yang hobi
wayang dan memiliki karya indah. Pameran ini hanya menjadi perwakilan
agar wayang tetap dijaga dan dilestarikan,” tambah Agus. (*/kus)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar