Senin, 27 Mei 2013

Transkripsi Kakawin Bharata -Yuddha 1( 11 - 16 ) Oleh Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wiryosuparto




11.                   Ndan bhagnan kari panndduputra ri Wiratta tekapira nararyya Kecawa.
Yekan coka langonikang hewan akunnddah anangis asekel cucurnika.
Mangka jring malume ddawuh puddak i pannddan ika maki lusu haneng watu.
Ho hoh cabdaninikang walik taddahasih padda manangis i pangnikang tahen.
11.Tetapi merekaitu kecewa, sebab atas permintaan raja Kresna putera-putera Pandawa tinggal di Wirata. Maka dari sebab itu keindahan di jalan-jalan menjadi susah dan gundah; burung-burung cucur menangis tersedu-sedu. Pada waktu itu pohon jering menjadi layu, sedangkan bunga pudak runtuh dari pohon pandan yang melaju di atas batu. “Heh, heh” demikianlah bunyinya burung walik, sedangkan burung kedasih menangis di atas dahan-dahan pohon.

12.               Kapwaca lengenging Gajahwaya ri tan padulurira nararyya Pannddawa.
Honya n campaka manglugas kusuma paksha malabuha jurangikang parung.
Lampus tanjung ikangenes layat agantungan i panawanging jaring-jaring.
Tan patma bhramarakusanangisi laywaning asana manutryyaking banu.
12.Segala keindahan di Astina bersusahhati, karena raja-raja Pandawa tidak ikut. Ada beberapa pohon cempaka yang menanggalkan bunga-bunga, karena dengan paksa ingin menjatuhkan diri di dalam jurang yang dalam. Pohon tanjung mati, karena sangat susah; bunga-bunganya runtuh dan bergantungan dijaring laba-laba. Lebah yang tidak bersemangat menjadi susah dan menangisi bunga-bunga angsana yang laju dan terbawa oleh ombak air.

13.               Mangka nyasa ni pancuranyapadda coka ri tayanira sang Dananjaya.
Hyangnyalek magegeh mulat kapenetan ri kapati ni lumutnikang watu.
Sangsara ng karacakecap mulat i mannddaganika ri pipinya tan padon.
Kares-res ni susuhnya mati manulad tiwa-tiwa ni mukarjjuneng cilla.
13.Pada waktu itu balai kambang yang memancurkan air (merasa) susah, karena Dhananjaya (Arjuna) tidak ada. Dewa (yang berkuasa di tempat tersebut merasa cemas) tercengang dan terkejut, karena melihat lumut-lumut di atas batu mati. Dengan susah hati siput-siput masuk dan keluar dari rumah siputnya dan melihat, bahwa boreh di atas pipinya itu tidak berfaedah. Karena kesusahan hati siput-siput itu meninggal dan tindakannya itu menyerupai upacara pembakaran mayat di depan muka sang Arjuna yang digambarkan di atas batu.

14.               Tan mangka kalakonikang rawa-rawa n masemu lumihat ing wwanging sabha.
Tiranyapned arajasakayu suwarnna welas-arepikagelang kuning.
Mangka tunjungikasekar wali pingul-pingulanika paddapajeng pingul.
Sarwwecchan pachuring suhun bras ika yan pabanu-banu manganti ring renek.
14.Keindahan rawa-rawa tidak serupa biasa pada waktu melihat orang-orang yang berkumpul di tempat permusyawaratan. Tepinya sangat indah dengan bunga-bunga rajasa dan bunga emas yang menimbulkan rasa kasihan, karena rupanya kuning seperti gelang tembaga. Begitu pun keadaannya bunga tunjung yang setelah terbuka kemudian tertutup lagi; tertutupnya itu seperti payung yang ditutup. Sangat indahlah suara curing seperti bunga suhun beras (memakai kembang), yang menunggu di tepi rawa untuk mandi.

15.               Singgih ya maparek purangjrah ahalep-halep anulari rehnikang henu.
Bannanyasuragatulis makalasa baritu  wunnika sinang rateng.
Mangka tingkah i padmaraganika sahya sasekar apajeng-pajeng dadu.
Tan pacri teka ring petung gadding ebunya padda tumut apawwahan gadding.
15.Sungguhlah indah, ketika ia mendekati kota, karena ia memberikan keelokannya kepada segala yang berkumpul ada di jalan. Pohon bana merupakan bantal yang disulam dan  mempergunakan tikar yang beraneka warna. Buah wuni kemerah-merahan karena telah masak. Begitu pula bunga padma yang merah, karena berkembang indah bunganya menyerupai payung merah tua. Pohon bambu kuning kehilangan indahnya, begitu pula sama keadaannya dengan tunas-tunas muda yang berbuah gading.

16.               Iwir tan wruh ring unadhikangalasa pinndda bisu tuli watunya ring jurang.
Honnya ng kumbang i kembanging rangin adoh wruha ri resep i pushpaning seddah.
Anggeng cengga manuknya codda nacad ing syung atuha ri kalangwaning wukir.
Tekwan tan kahananwelas-arep ulah ni sepahanika tan lumis mata.
16.Rupa-rupanya hutan itu tidak mengetahui keadaan, batu-batu di jurang seolah-olah tidak dapat berbicara dan tuli. Ada beberapa kumbang di atas bunga rangin karena agak jauh tempatnya untuk dapat melihat keindahan bunga sirih. Burung Cengga terus menerus berbunyi, sedangkan burung coda mencela burung beo, karena ia mengira merupakan puncak dari keindahan bukit. Keindahan sepahan sirih sangat menyedihkan, sehingga ia tidak menghiraukan sesuatu hal.

Sumber:
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosupatro: “Kakawin Baratha-Yuddha” Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1968 – Penerbit Bhratara – Jakarta.  
Posted:
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar