Wayang Kulit Pandita Durna |
GUGURNYA SANG PANDITA DORNA
Karya
: Ki Samet 42
Alkisah begawan Dorna jadi panglima perang Kurawa
Di dalam perang Baratayuda Amarta melawan Astina
Nampak gagah perkasa Dorna berdiri di atas kereta
Dengan senjata panah sakti yang hias di punggungnya
Meski banyak dihujani panah berbagai macam senjata
Tapi, tiada satupun juga senjata yang bisa melukainya
Melihat keadaan ini Sri Kresna khawatir tiada terkira
Sebab dia tahu tak satupun bisa kalahkan sang Dorna
Kecuali jika putera terkasihnya Aswatama telah tiada
Sri Kresna pun bersiasat, perintahkan kepada Arjuna
Agar berikan kabar berita pada Sang Pandita Dorna
Bahwasannya sang putera Aswatama itu telah perlaya
Timbul rasa sungkan dan enggan di dalam hati Arjuna
‘Tuk laksanakan strategi siasat
dusta dari Sri Kresna
Sebab Pandita Dorna adalah guru yang dihormatinya
Yang ajarkan padanya kecekatan memanah tiada tara
Yudistira saudara tertuannya juga berpendapat sama
Bagus mati daripada beri kabar bohong pada gurunya
Sementara Pandita Dorna makin dahsyat tandangnya
Rentangkan tali busur lepaskan panah-panah saktinya
Banyaklah prajurit Pandawa yang gugur di medan laga
Tewas seketika tertembus panah sang Pandita Dorna
Lihat pasukan Pandawa banyak yang meregang nyawa
Bima melompat ke muka turun dari kereta perangnya
Bima berkata, bahwa dia
sepakat perintah Sri Kresna
Maka Bima majulah ke depan hadang gajah Aswatama
Kendaraan perang yang dikendalikan oleh raja Malawa
Dipukullah gajah dan
penunggangnya itu dengan gada
Sehingga Raja Malawa serta gajah bernama Aswatama
remuk badannya dan hancur kepalanya tewas seketika
Bima pun segera sampaikan kabar berita kepada Dorna
Bahwasannya Aswatama sudahlah tewas di medan laga
Mendengar kabar putera terkasihnya ‘lah gugur perlaya
Betapa terpukul sekali jiwanya, dia teramatlah berduka
Seketika itu dia jatuh pingsan di atas kereta perangnya
Tapi sebentar kemudian kembali temukan kesadarannya
Sang Pandita Dorna
yang mumpuni sakti
dan digjaya
Masih belum percaya atas berita yang disampaikan Bima
Bahwa puteranya terkasih Aswatama gugur di kurusetra
Dia bertanya pada Yudistira yang di sepanjang hidupnya
Dikenal orang yang penyabar dan tiada pernah berdusta
“Yudistira, apakah benar puteraku, Aswatama perlaya?”
Dengan sedikit ragu dan lidah kelu menjawab Yudistira,
“Ya guru, Aswatama memang
telah tewas di kuru setra,
Akan tetapi....” Belumlah selesai Yudistira berkata-kata,
Sang guru, Pandita Dorna
menjadi lemah tiada berdaya
Dia tak lagi miliki
semangat hidup, pingsan lagi di kereta
Di tempat duduknya yang
berhias manikam indah rupa
Para resi dan para dewa bersoraklah riuh riang gembira
Dari angkasa raya mereka semua taburkan bunga-bunga
Seraya berucap kata,
“Kemenanganlah untuk Arjuna!”
Pada kesempatan itu, Drestajumena
binasakan Dorna
Dengan penggal kepala
sang panglima perang Kurawa
Hingga kepala pandita Dorna terpisahlah dari badannya
Melihat perlakuan sadis
yang dilakukan Drestajumena
Yudistira, putera Dewa Darma pun berucap kata-kata,
“Kau bererdosa Drestajumena bunuh seorang Pandita!”
Tetapi Drestajumena tak pedulikan kata-kata Yudistira
Ia bahkan melempar-lempar kepala sang Pandita Dorna
Ke atas ke bawah
berulang-ulang dengan perasan suka
Melihat ulah Drestajumena itu raja Kurupati Suyudana
Alangkah sangat murka,
dia berteriak sekeras-kerasnya
Hatinya dicekam rasa
ngeri dan amarah melihat kepala
Pamannya Pandita Dorna dilempar ditendang bagai bola
Tapi Drestajumena tak peduli dengan amarah Suyudana
Dia bahkan melempar kepala itu sampai kenai muka raja
Sementara itu para prajurit
tentara pasukan Pandawa
Semakin bersemangat daya tempurnya dengan tewasnya
Panglima perang kurawa, Sang begawan Pandita Dorna
Mereka teruslah berjuang menyerbu dengan dahsyatnya
Menyerang cara bergelombang seluruh pasukan Kurawa
Hingga banyaklah prajurit Kurawa yang meregang nyawa
Tiadalah terhitung jumlahnya korban dari pihak Kurawa
Yang tewas terbunuh di medan pertempuran Kurusetra
Mayat-mayat bergelimpangan,
berserakan di mana-mana
Salinglah bertumpukan tertindih bangkai gajah dan kuda
Pendeta Krepa, Arya Sangkuni,
dan sang Prabu Salya
Melarikan diri dari medan
tempur sertai Raja Suyudana
Di saat mereka larikan diri,
datang Aswatama bertanya,
Kenapakah mereka bisa
melarikan diri dari medan laga ?
Pendeta Krepa menjawab,
bahwa Dorna telah perlaya
Tewas mengenaskan
kepalanya dipenggal Drestajumena
Saat jatuh terduduk,
pingsan di atas kereta perangnya
Dan kepalanya dilemparkan ke arah muka Raja Suyudana
Maka betapalah murka sang Aswatama anak Kumbayana
Dia bersumpah ‘tuk balas
dendam kepada Drestajumena
Yang telah sadis membunuh ayahnya sang Pandita Dorna
Dengan memenggal kepala kemudian melempar-lemparnya
Kepala ayahnya yang sangat dihormatinya itu begitu rupa,
“Kau lihatlah ini, aku akan membunuhmu Drestajumena!”
Dengan mengandalkan senjatanya panah keramat Narayana
Aswatama mengamuk dahsyat tiada yang bisa mencegahnya
Dia terus bersumpah serapah kasar cari-cari Drestajumena
“Huah... Drestajumena pengecut! Dimanakah kau berada?”
“Dan, aku akan pastikan segera
memenggal kepalamu juga,
Seperti yang kau lakukan kepada ayahku, Pandita Dorna !”
Maka setelah berkata demikian melesatlah panah Narayana
Menyapu bersih para prajurit Pandawa yang tewas seketika
Mati terbakar oleh api keramat dari panah sakti Aswatama
Hal ini membuat semua prajurit Pandawa yang masih tersisa
Menjadi kecut dirasuki perasaan takut yang tiada terhingga
Semangat juang makin lemah
sebab rekannya banyak binasa
Dalam situasi seperti ini, Yudistira perintahkan pada Arjuna
Agar bersama-sama para prajurit pasukan yang di pimpinnya
Maju ke garis depan untuk mengatasi tandangnya Aswatama
Namun Arjuna tak miliki semangat karena kematian gurunya
Dia dirudung duka nestapa
dan penyesalan yang tiada tara
Rasa bersalah kepada gurunya membuat ia lupa jiwa kesatria
Pikirnya, pastilah orang
akan menyalahkannya, dan berkata :
“Ia telah berdosa
membunuh seorang guru yang dihormatinya,
Itu sungguh memalukan karena Arjuna murid terkasih Dorna,
Semua negara tentulah
akan mencibirnya, dan menghinanya
Dengan mengatakan, ia sangat tidaklah jujur kepada gurunya,
“Lebih baik saya ini pergi mencari tempat di hutan rimba saja”.
Sikap Arjuna seperti itu teramat membuat kecewa Bima Sena
Sang Bima pun berkatalah
kepada adiknya, si Janaka Arjuna:
“Arjuna, jika kau bersikap demikian mengingkari jiwa kesatria!
Ya, kau berdamailah
dengan Aswatama, dan biarlah aku saja
Yang akan bunuh Aswatama yang dengan panah Narayananya
Sudah membunuh ribuan
prajurit kita di medan kurusetra”.
Demikianlah kata-kata Bima Sena kepada adiknya R. Arjuna
Sementara itu, di tempat lain Setyaki ngejek Drestajumena:
“Ha, ha, ha, Drestajumena
kau akan membunuh Aswatama
Silahkanlah berbuat sesukamu, aku Cuma bisalah tertawa”.
Drestajumena, putera Raja Drupada jadi berang tiada kira,
Rentang busur panah ke arah Setyaki yang bersenjata gada
Peristiwa ini telah buat Bima turun dari kereta perangnya
Dengan Segera ia rangkul Setyaki yang diikuti oleh Nakula
Lalu keduanya berkata kepada Setyaki dan Drestajumena
Bahwa apabila keduanya masih saling olok bertengkar saja
Maka kemungkinan besar mereka ‘kan saling beradu nyawa
Maka mereka pun ditenangkan oleh Kresna dan Yudistira
Setelah Setyaki dan Drestajumena berdamai bagai semula
Maka keduanya pun majulah bersama-sama ke medan laga
Untuk atasi amuk Aswatama, putera sang pendeta Dorna
Yang membabi buta kobari
api dari panah sakti Narayana
Hingga banyak prajurit Pandawa mati terbakar api dahana
Mereka meregang nyawa gugur di medan laga Kurusetra
Maka Kresna pun perintahkan kepada pasukan Pandawa
Agar mereka semuanya
masing-masing ke luar dari kereta
Mereka pun dengan cepat melakukan perintah Sri Kresna
Hanya Bima sajalah yang berada di dalam kereta perangnya
Dengan demikianitu maka panah-panah api sang Aswatama
Yang tak terhitung jumlahnya semua menuju ke arah Bima
Pada saat itulah panah sakti Arjuna yang bernama Baruna
Melesat pesat cepat laksana kilat dari tangan sang Arjuna
Putera Dewa Indra yang kecakapan memanahnya tiada dua
Maka tertolonglah Bima dari tajam panasnya api Narayana
Sedang panah sakti keramat Narayana hilanglah gaib sirna
Hal ini menjadikan bertambahnya keberangan Aswatama
Dia pun keluarkan panah
sakti lainnya bernama Tejomaya
Yang kesaktiannya panah itu jumlahnya bisa berlipat ganda
Maka Aswatama rentangkan tali busur dan anak panahnya
Tejomaya mendesing melesat cepat jadi ratusan jumlahnya
Menuju ke arah Bima dan semua prajurit pasukan Pandawa
Yang masih belum sadari
bahaya yang mengancam jiwanya
Kresna dan Arjuna cepatlah menarik tubuh sang Bima Sena
Lalu melompat dari atas kereta berdiri di atas tanah segera
Ketika saksikan panah-panahnya disapu bersih panah Arjuna
Semakin memuncaklah kemarahan Aswatama, putera Dorna
Dia pun keluarkan senjata handal sakti panah pamungkasnya
Yang dapat keluarkan api sebesar gunung yang menyala-nyala
Sang putera Dewa
Indra, Arjuna pun keluarkan senjatanya
Ialah Brahmastra, panah
sakti penghancur berbagai senjata
Panah pamungkas, Aswatama
yang dahsyat berkobar apinya
Semuanya disapu bersih dihancurkan oleh panah Brahmastra
Melihat kegagalan ini timbul rasa malu pada diri Aswatama
Ia pun secara diam-diam melarikan diri sembunyi di belantara
Di hutan belantara ini, Ia berdiam di tempat suci Wagiswara
Sementara itu, keadaan prajurit
pasukan Kurawa di Astina
Sepeninggalnya alami kekalahan besar oleh prajurit Pandawa
Pasukannya menjadi lemah dan lumpuh tiada lagi punya daya
Setelah sang Begawan, sang Pandita Dorna, gugur perlaya
Sungguh Kerajaan Astina menjadi seperti tiada punya nyawa
Minggu, 28 Febuari 2016 –
12:42 WIB
Ki Slamet 42 Di Pangarakan,
Bogor
" SAJAK & PUISI KI SLAMET 42 ": GUGURNYA SANG PANDITA DORNA Karya : Ki Samet 42: Sajak & Puisi Ki Slamet 42 Minggu, 28 Febuari 2016 - 13:13 WIB Golek Dorna Kumbayana GUGURNYA SANG PANDITA DORNA K...