Blog Ki Slamet 42: "Seni Budaya Nusantara"
Jumat, 05 Mei 2019 - 18:37 WIB
Jumat, 05 Mei 2019 - 18:37 WIB
Raden Mas Suwardi Suryaningrat |
Ki Hajar Dewantara |
“MENGENANG BAPAK
PENDIDIKAN NASIONAL”
(KI HAJAR DEWANTARA 1889 – 1959)"MENGENAN
By Ki Slamet 42
Setiap
tahun pada tanggal 2 Mei, Institusi Pendidikan, khususnya di jajaran
Kemendiknas secara nasional melaksanakan upacara dalam rangka memperingati “Hari Pendidikan Nasional”.
Pertanyaannya adalah mengapa peringatan Hari Pendidikan Nasional itu
diperingati pada setiap tanggal 2 Mei?
Nah, melalui tulisan ini saya berupaya untuk membangkitkan kembali
ranah kognitif kita, menstimulus kembali ingatan kita pada sosok Ki Hajar
Dewantara yang fenomenal itu. Tentu saja dalam rangka menghormati,
mengenang jasa, dan meneladani sepak terjang serta perjuangan beliau yang
begitu keras bagi kemajuan bangsa Indonesia khususnya dalam dunia Pendidikan.
Menurut
sejarahnya, Ki Hajar Dewantara dilahirkan di kota budaya yang dikenal juga
dengan sebutan kota pelajar, Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama
Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Ayahnya adalah seorang Pangeran bernama “Pangeran Suryaningrat” putra Paku Alam
ke-4 dari Yogyakarta.
Selepas
lulus sekolah dasar Belanda “ELS” ( Europesche
Largere School ), beliau melanjutkan ke Sekolah Guru juga ke STOVIA. Akan
tetapi di sekolah ini Ki Hajar Dewantara tidak bisa menyelasaikan studinya
sampai selesai karena bea siswa yang diperolehnya dihentikan alias dicabut
karena gagal dalam mengikuti ujian kenaikan tingkat.
Pelajaran
yang bisa kita peroleh dari keteladanan beliau adalah pada sikap tegar tak
kenal putus asa, meskipun beliau gagal dalam ujian, dan karena itu pula bea
siswanya dicabut atau dihentikan, beliau sama sekali tidak kecewa, tidak putus
asa bahkan tetap tegar menghadapinya. Hal ini dibuktikannya dengan aktif dalam
kegiatan menulis yang lebih intens dalam organisasi pergerakan pemuda yang
sebelumnya memang sudah digelutinya.
Beberapa
tulisan beliau banyak menjadi pembicaraan dalam mesyarakat, bahkan dua buah
tulisannya yang berisi kritikan terhadap pemerintah Kolonial belanda mendapat
perhatian khusus. Kedua tulisan itu diberi judul, “Als Ik Een Nederlander Was” (Seandainya
Aku Seorang Belanda), dan “Een Voor Allen
maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, Namun Semua untuk Satu
Jagad).
Selain
aktif menulis dan bekerja di sebuah Apotek Rathkamp, Yogyakarta, Ki Hajar
Dewantara pun aktif dalam berorganisasi. Beliau masuk organisasi “Boedi Oetomo” berada dalam divisi
propaganda. Bersama-sama dengan Danudirja, Setyabudi, dan Cipto
Mangunkusumo mendirikan “IP” (Indische Partij di Bandung.
Terlalu
keras dan dianggap banyak menyulitkan pemerintah kolonial Belanda, ketiganya
pun ditangkap dan diasingkan ke Negeri Belanda selama 6 tahun. Akan tetapi yang
namanya Ki Hajar Dewantara memang memiliki sikap ketegaran yang luar biasa. Ia
pantang menyerah dan terus berjuang keras membangun jiwa, membangun karakter
bangsa. Di Negeri Belanda ini beliau memanfaatkan waktu luangnya dengan
mengasah terus wawasan inteletualnya dengan belajar ilmu pendidikan sampai
akhirnya memperoleh “Akta Guru Eopa”
(Euroopeesche Akte).
Selepas
pulang dari pengasingan selama 6 tahun dan memperoleh Akta Guru Eropa, Ki Hajar
Dewantara mendarmabaktikan keilmuannya menjadi Guru di sekolah yang didirikan
oleh sahabatnya Soeryopranoto. Di sekolah ini ia tetap berjuang keras untuk
membangun jiwa, membangun karakter bangsa dengan berbagai pandangan-pandangan hidup
dan pemikiran-pemikirannya yang berkait dengan karakter bangsa. Sampai pada
akhirnya beliau Ki Hajar Dewantara mendirikan “Perguruan Nasional Tamansiswa” (Onderwijs Institut Tamansiswa) pada tanggal 3 Juli
1922.
Karena
ketokohannya dalam dunia pendidikan menjadikan beliau, Ki Hajar Dewantara
dipercaya dan ditunjuk menjadi salah satu anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
di era penjajahan Jepang. Beliau juga dipercaya terpilih sebagai Menteri
Pengajaran Kabinet Pertama Republik Indonesia pada tanggal 2 September 1945.
Beliau, Ki Hajar Dewantara terus berkiprah, berjuang tak kenal lelah dan putus
asa, membangun jiwa, membangun karakter bangsa lewat pendidikan hingga pada
akhir hayatnya.
Ajaran
Ki Hajar Dewantara yang sampai sekarang tetap terpatri di setiap jiwa para
pemimpin dan terutama para guru adalah :
—
Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan menjadi teladan),
—
Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun dan membangkitkan karsa),
—Tut wuri Handayani” (di belakang memberi
dorongan semangat dan motivasi).
Beliau, Ki Hajar Dewantara
akhirnya menghembuskan nafas terakhir
pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Pemakaman
Wijayabrata, Yogyakarta. Oleh karena jasanya Pemerintah
Republik Indonesia menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional
tahun 1959. Dan, hari lahirnya pun diperingati sebagai “HARI PENDIDIKAN
NASIONAL”.
Sebagai
hormat dan sumbangsih penulis pada keteladan sikap, sepak terjang, dan
perjuangan beliau serta untuk mengenang dan mengabadikan jasa-jasa beliau,
penulis menciptakan satu lagu yang penulis beri judul, Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Berikut adalah
notasi lagunya:
BAPAK PENDIDIKAN NASIONAL
(Ki Hajar Dewantara 02 Mei 1889 – 26 April 1959)
Bapak pendidikan nasional
Ki Hajar Dewantara
Berjuang keras membangun jiwa
Membangun karakter bangsa
Bapak pendidikan nasional
Ki Hajar Dewantara
Ajarannya menjadi teladan
Bagi kita semua
Reffrein:
Ing ngarso sung tulodo
Di depan menjadi teladan
Ing madyo mangun karso
Di tengah membangun karsa
Tut wuri handayani
Di belakang memberi
Dorongan semangat dan moyivasi
Referensi:
Sri Hartatik,
A.Ma.Pd.
“Kumpulan Kisah Pahlawan Indonesia”,
Bintang
Indonesia. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar