![]() |
Salihara, Pasar Minggu (Foto: salihara) |
Jakarta Kota
Seni dan Budaya
Rabu, 5
Desember 2012 – 12:03
JAKARTA punya segudang seniman dan calon seniman. Mereka biasa
berkumpul dan mempertunjukkan kebolehan serta idealisme di berbagai gedung
pertunjukkan bahkan tidak jarang di taman kota atau pun di halaman tempaat
berkumpul komunitas. Di antaranya di Taman Ismail Marzuki, tempat berkumpulnya
para seniman, mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan dilengkapi dengan
beberapa gedung untuk pertunjukkan dan pameran.
Ada juga Gedung Kesenian Jakarta yang letaknya berdekatan dengan Pasar Baru dan Kantor Pos Pusat di Jakarta Pusat, Komunitas Salihara di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Bentara Budaya di Palmerah, Jakarta Barat, Galeri Seni Nasional di Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Belum lagi galeri-galeri kecil dan ekslusif milik perorangan yang menjadi tempat pameran seni rupa, patung, kerajinan, dsb.
Tidak bisa dipungkiri, Jakarta memang unik dan layak dinikmati. Denyut modernitas bersanding dengan tawaran pameran dan pertunjukan seni dan budaya, baik yang komersial, bersifat idealis, mau pun perpaduan keduanya.
Taman Ismail Marzuki
Tempat pameran dan pertunjukkan seni dan budaya yang paling popular dan merakyat adalah Taman Ismail Marzuki (TIM). Di tempat ini seniman jalanan, seniman yang sudah punya nama, alon seniman, penikmat seni, pengamat seni, seringkali berkumpul. Entah melihat pertunjukan dan pameran, mengikuti diskusi, atau sekadar kongkow-kongkow. Masyarakat umum pun kerap menjadikan TIM sebagai tempat bersantai, menikmati nuansa lain dari keriuhan Jakarta.
TIM yang terletak di Jalan Cikini Raya, Jakarta, merupakan kompleks bangunan yang sudah cukup tua, dibangun sejak 1968, pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Sejak dulu, TIM menjadi pusat kesenian dan kebudayaan yang dilengkapi dengan gedung-gedung untuk pameran dan pertunjukan, bangunan planetarium hingga jaringan bioskop modern 21.
Nama TIM diambil dari penipta lagu terkenal Indonesia Ismail Marzuki. TIM dibangun di areal tanah seluas 9 hektare dan diresmikan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Ali Sadikin. Impian para seniman pun terkabul dengan dibangunnya berbagai fasilitas seperti ruang pameran, teater terbuka, dan teater tertutup.
Dari sekian banyak fasilitas yang ada di TIM, di antaranya ada Graha Bhakti Budaya, gedung pertunjukkan besar dengan 800 kursi. Gedung ini kerap dijadikan tempat pertunjukan teater modern, tradisional, konser musik, tari, hingga pemutaran film.
Ada juga Galeri Cipta II dan Galeri Cipta III yang sering digunakan untuk pameran lukisan, kerajinan, seni patung, diskusi, seminarm pemutaran film, dll. Selain itu ada Teater Kecil dengan kapasitas 200 orang. Biasanya digunakan untuk pertunjukan teater, pembaaam puisi, seminar, dll. Terkait seni, ada satu lagi fasilitas Teater Halaman yang dibuat untuk menampung berbagai jenis pertunjukan seni eksperimen para seniman muda. Kapasitas penontonnya pun lebih fleksibel.
Bersantai menikmati suasana di TIM memang mengasyikkan. Selain bisa menyaksikan pameran dan pertunjukkan sesuai agenda aara yang sudah disiapkan, di salah satu sudut TIM juga ada toko buku tua kecil, namun kerap didatangi orang, terutama jika mencari buku-buku cetakan lama yang sudah jarang ditemui di jaringan toko buku besar.
Disebelah kiri dari toko buku kecil diapit dengan perpustakan HB Jassin terdapat gedung baru nan megah yang melengkapi kebutuhan tempat u tuk berekspresi bertaraf internasional yaitu Gedung Teater Jakarta yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan seni.
Di dekat toko buku berdiri bioskop modern jaringan 21 dengan halaman yang ukup luas, sehingga sering dijadikan tempat latihan tari tradisional, modern, hingga teater oleh anak-anak sekolah, komunitas, hingga mahasiswa. Tidak jauh dari situ berderet makanan khas seperti soto, sate, pempek, sampai rumah makan atau restoran khas daerah yang sudah lama berdiri.
TIM memang memberi suasana berbeda. Keberadaan Planetarium yang menjadi salah satu pusat embelajarn tata surya untuk anak-anak dan juga luasnya lapangan parker serta terpeliharanya pohon, membuat udara di areal TIM sejuk dan menyenangkan.
Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) merupakan salah satu tempat pertunjukkan yang popular di Jakarta. Bangunannya sudah sangat tua dan memiliki sejarah panjang. Dibangun pada tahun 1821 dengan gaya neo renaissance. Sebelum disebut GKJ, pernah diberi nama Theater Scouwburh Weltevreden dan Gedung Komedi.
Catatan sejarah menunjukkan, GKJ pernah digunakan untuk pelaksanaan Kongres Pemuda pertama pada 1926. Di gedung ini pula presiden pertama RI Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat, dan pada tahun 1957-1961 sempat digunakan menjadi Akademi Teater Nasional Indonesia. Bahkan pada 1969, GKJ pernah berubah fungsi menjadi gedung bioskop,sebelum akhirnya ungsinya dikembalikan menjadi gedung kesenian.
Melihat pertunjukkan seni di GKJ, para penikmat tidak hanya disuguhi seni dan budaya, tetapi juga pemandangan bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Dengan cat berwarna putih, suasana tentram sungguh sangat terasa.
Galeri Nasional
Keberadaan Galeri Nasional kian mengukuhkan Jakarta sebagai kota seni dan budaya. Lembaga art museum ini beroperasi pada 1999, khususnya diperuntukkan untuk mengembangkan seni rupa Indonesia.
Selain menjadi museum dengan 1.750 koleksi, Galeri Nasional juga memiliki beberapa ruang pameran, perpustakaan, laboratoirum seni, ruang seminar, ruang auditorium, dan areal parker yang luas. Ada juga kedai/kafe galeri yang didesain unik hingga menjadi tempat kongkow yang tidak pernah membosankan.
Salihara
Selain tempat pameran dan pertunjukkan yang bersiat nasional, Jakarta juga kaya kantong-kantong budaya. Di antaranya Komunitas Utan Kayu asuhan Majalan Tempo yang dilengkapi dengan kegiatan teater, galeri, hingga penerbitan buku bermutu. Selain itu, ada juga juga Komunitas Salihara yang terbentuk pada 2008 dan kini menjadi pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia.
Kompleks Komunitas Salihara yang terletak di Jakarta Selatan ini dilengkapi dengan beberapa bangunan utama, antara lain Teater Salihara, Galeri Salihara, dan ruang perkantoran. Saat ini, Teater blackbox Salihara adalah satu-satunya yang ada di Indonesia. Pada saat ini kompleks Komunitas Salihara sedang diperluas dengan tambahan fasilitas untuk studio latihan, wisma seni dan amfiteater.
Komunitas Salihara dibentuk oleh sejumlah sastrawan, seniman, jurnalis, dan peminat seni. Sejak berdiri, Komunitas Salihara rutin menampilkan berbagai macam acara seni, budaya, hingga diskusi yang melibatkan pembicara dari dalam dan luar negeri.
Masih banyak kantong-kantong seni lain yang tumbuh di Jakarta. Di antaranya Bentara Budaya di Jakarta Barat, hingga deretan galeri perorangan ditambah butik-butik seni yang menyebar di Jakarta Selatan, terutama kawasan Kemang.
Jakarta memang mengasyikkan. Tidak akan cukup dijelajahi dalam satu hari. Luangkan waktu Anda untuk membuktikan slogan Enjoy Jakarta.(adv)
Ada juga Gedung Kesenian Jakarta yang letaknya berdekatan dengan Pasar Baru dan Kantor Pos Pusat di Jakarta Pusat, Komunitas Salihara di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Bentara Budaya di Palmerah, Jakarta Barat, Galeri Seni Nasional di Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Belum lagi galeri-galeri kecil dan ekslusif milik perorangan yang menjadi tempat pameran seni rupa, patung, kerajinan, dsb.
Tidak bisa dipungkiri, Jakarta memang unik dan layak dinikmati. Denyut modernitas bersanding dengan tawaran pameran dan pertunjukan seni dan budaya, baik yang komersial, bersifat idealis, mau pun perpaduan keduanya.
Taman Ismail Marzuki
Tempat pameran dan pertunjukkan seni dan budaya yang paling popular dan merakyat adalah Taman Ismail Marzuki (TIM). Di tempat ini seniman jalanan, seniman yang sudah punya nama, alon seniman, penikmat seni, pengamat seni, seringkali berkumpul. Entah melihat pertunjukan dan pameran, mengikuti diskusi, atau sekadar kongkow-kongkow. Masyarakat umum pun kerap menjadikan TIM sebagai tempat bersantai, menikmati nuansa lain dari keriuhan Jakarta.
TIM yang terletak di Jalan Cikini Raya, Jakarta, merupakan kompleks bangunan yang sudah cukup tua, dibangun sejak 1968, pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Sejak dulu, TIM menjadi pusat kesenian dan kebudayaan yang dilengkapi dengan gedung-gedung untuk pameran dan pertunjukan, bangunan planetarium hingga jaringan bioskop modern 21.
Nama TIM diambil dari penipta lagu terkenal Indonesia Ismail Marzuki. TIM dibangun di areal tanah seluas 9 hektare dan diresmikan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Ali Sadikin. Impian para seniman pun terkabul dengan dibangunnya berbagai fasilitas seperti ruang pameran, teater terbuka, dan teater tertutup.
Dari sekian banyak fasilitas yang ada di TIM, di antaranya ada Graha Bhakti Budaya, gedung pertunjukkan besar dengan 800 kursi. Gedung ini kerap dijadikan tempat pertunjukan teater modern, tradisional, konser musik, tari, hingga pemutaran film.
Ada juga Galeri Cipta II dan Galeri Cipta III yang sering digunakan untuk pameran lukisan, kerajinan, seni patung, diskusi, seminarm pemutaran film, dll. Selain itu ada Teater Kecil dengan kapasitas 200 orang. Biasanya digunakan untuk pertunjukan teater, pembaaam puisi, seminar, dll. Terkait seni, ada satu lagi fasilitas Teater Halaman yang dibuat untuk menampung berbagai jenis pertunjukan seni eksperimen para seniman muda. Kapasitas penontonnya pun lebih fleksibel.
Bersantai menikmati suasana di TIM memang mengasyikkan. Selain bisa menyaksikan pameran dan pertunjukkan sesuai agenda aara yang sudah disiapkan, di salah satu sudut TIM juga ada toko buku tua kecil, namun kerap didatangi orang, terutama jika mencari buku-buku cetakan lama yang sudah jarang ditemui di jaringan toko buku besar.
Disebelah kiri dari toko buku kecil diapit dengan perpustakan HB Jassin terdapat gedung baru nan megah yang melengkapi kebutuhan tempat u tuk berekspresi bertaraf internasional yaitu Gedung Teater Jakarta yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan seni.
Di dekat toko buku berdiri bioskop modern jaringan 21 dengan halaman yang ukup luas, sehingga sering dijadikan tempat latihan tari tradisional, modern, hingga teater oleh anak-anak sekolah, komunitas, hingga mahasiswa. Tidak jauh dari situ berderet makanan khas seperti soto, sate, pempek, sampai rumah makan atau restoran khas daerah yang sudah lama berdiri.
TIM memang memberi suasana berbeda. Keberadaan Planetarium yang menjadi salah satu pusat embelajarn tata surya untuk anak-anak dan juga luasnya lapangan parker serta terpeliharanya pohon, membuat udara di areal TIM sejuk dan menyenangkan.
Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) merupakan salah satu tempat pertunjukkan yang popular di Jakarta. Bangunannya sudah sangat tua dan memiliki sejarah panjang. Dibangun pada tahun 1821 dengan gaya neo renaissance. Sebelum disebut GKJ, pernah diberi nama Theater Scouwburh Weltevreden dan Gedung Komedi.
Catatan sejarah menunjukkan, GKJ pernah digunakan untuk pelaksanaan Kongres Pemuda pertama pada 1926. Di gedung ini pula presiden pertama RI Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat, dan pada tahun 1957-1961 sempat digunakan menjadi Akademi Teater Nasional Indonesia. Bahkan pada 1969, GKJ pernah berubah fungsi menjadi gedung bioskop,sebelum akhirnya ungsinya dikembalikan menjadi gedung kesenian.
Melihat pertunjukkan seni di GKJ, para penikmat tidak hanya disuguhi seni dan budaya, tetapi juga pemandangan bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Dengan cat berwarna putih, suasana tentram sungguh sangat terasa.
Galeri Nasional
Keberadaan Galeri Nasional kian mengukuhkan Jakarta sebagai kota seni dan budaya. Lembaga art museum ini beroperasi pada 1999, khususnya diperuntukkan untuk mengembangkan seni rupa Indonesia.
Selain menjadi museum dengan 1.750 koleksi, Galeri Nasional juga memiliki beberapa ruang pameran, perpustakaan, laboratoirum seni, ruang seminar, ruang auditorium, dan areal parker yang luas. Ada juga kedai/kafe galeri yang didesain unik hingga menjadi tempat kongkow yang tidak pernah membosankan.
Salihara
Selain tempat pameran dan pertunjukkan yang bersiat nasional, Jakarta juga kaya kantong-kantong budaya. Di antaranya Komunitas Utan Kayu asuhan Majalan Tempo yang dilengkapi dengan kegiatan teater, galeri, hingga penerbitan buku bermutu. Selain itu, ada juga juga Komunitas Salihara yang terbentuk pada 2008 dan kini menjadi pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia.
Kompleks Komunitas Salihara yang terletak di Jakarta Selatan ini dilengkapi dengan beberapa bangunan utama, antara lain Teater Salihara, Galeri Salihara, dan ruang perkantoran. Saat ini, Teater blackbox Salihara adalah satu-satunya yang ada di Indonesia. Pada saat ini kompleks Komunitas Salihara sedang diperluas dengan tambahan fasilitas untuk studio latihan, wisma seni dan amfiteater.
Komunitas Salihara dibentuk oleh sejumlah sastrawan, seniman, jurnalis, dan peminat seni. Sejak berdiri, Komunitas Salihara rutin menampilkan berbagai macam acara seni, budaya, hingga diskusi yang melibatkan pembicara dari dalam dan luar negeri.
Masih banyak kantong-kantong seni lain yang tumbuh di Jakarta. Di antaranya Bentara Budaya di Jakarta Barat, hingga deretan galeri perorangan ditambah butik-butik seni yang menyebar di Jakarta Selatan, terutama kawasan Kemang.
Jakarta memang mengasyikkan. Tidak akan cukup dijelajahi dalam satu hari. Luangkan waktu Anda untuk membuktikan slogan Enjoy Jakarta.(adv)
Komunitas Salihara dibentuk oleh sejumlah sastrawan, seniman, jurnalis, dan peminat seni. Sejak berdiri, Komunitas Salihara rutin menampilkan berbagai macam acara seni, budaya, hingga diskusi yang melibatkan pembicara dari dalam dan luar negeri.
BalasHapus