Kamis, 26 Desember 2013

Menyimak Karya Puisi Sapardi Djoko Damono




Seni Budaya Nusantara – Jumat, 27 Desember 2013 – 10:55 WIB
 
Sapardi Djoko Damono

Siapa yang tak kenal Sapardi Djoko Damono? Salah seorang Penyair beken kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 20 maret 1940. Sang maestro penyair besar yang kebesarannya hanya bisa disejajarkan dengan Chairil Anwar, WS Rendra, Kharil Gibran, Sitor Situmorang dan lainnya. Selain dikenal sebagai penyair, beliau juga salah seorang guru besar yang mengajar bidang kesusasteraan di Fakultas Sastera Universitas Indonesia.

Menyimak karya-karya puisinya, beliau sangatlah mahir dalam memilih dan menata kata-kata, menyusunnya menjadi kalimat-kalimat pendek, melompat-lompat kian kemari seperti sekawanan kijang di tengah padang yang saling kejar, berlari lalu berhenti nikmati segarnya rerumputan hijau di pagi hari. Seperti juga riak-riak air yang membentur batu di sungai Cisadane yang di pinggirnya banyak ditumbuhi semak-semak dengan kembang warna-warni.

Semua puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono memang enak dibaca, bisa memunculkan perasaan empati yang bermacam-macam. Terkadang, dibawanya kita ke dalam suasana  keharuan, kesedihan, dan kegembiraan, bahkan larut dalam suasana kejenakaan.  Justru di sanalah letak kelebihan dan keunikan karya-karya puisi Sapardi Djoko Damono.  Berikut adalah sembilan buah puisi karya Sapardi Djoko Damono yang saya kutip dari situs, www.kumpulan-puisi.com :  
   
Dalam Bis


langit di kaca jendela bergoyang
terarah ke mana wajah di kaca jendela
yang dahulu juga
mengecil dalam pesona

sebermula adalah kata
baru perjalanan dari kota ke kota
demikian cepat
kita pun terperanjat
waktu henti ia tiada…

 
Dalam Diriku


dalam diriku mengalir
sungai panjang
darah namanya…

dalam diriku menggenang
telaga darah
sukma namanya…

dalam diriku meriak
gelombang suara
hidup namanya…

dan karena hidup itu indah
aku menangis sepuas-puasnya…


Gadis Kecil


Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis
di pinggir padang,ada pohon
dan seekor burung…

Hatiku Selembar Daun

hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Hutan Kelabu


kau pun kekasihku
langit di mana berakhir setiap pandangan
bermula kepedihan rindu itu
temaram kepadaku semata
memutih dari seribu warna
hujan senandung dalam hutan
lalu kelabu menabuh nyanyian


Sajak Kecil Tentang Cinta


mencintai angin harus menjadi siut
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaiMu harus menjadi aku

Nokturno


Kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya gelisah
tiba-tiba menjelma isyarat, merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap...

Ketika Jari-jari bunga terluka
mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya
di langit menyisih awan hari ini
di bumi meriap sepi yang purba
ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata

suatu pagi, di sayap kupu-kupu
disayap warna, suara burung
di ranting-ranting cuaca
bulu-bulu cahaya
betapa parah cinta kita
mabuk berjalan diantara
jerit bunga-bunga rekah…

Ketika Jari-jari bunga terbuka
mendadak terasa betapa sengit, cinta kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya
di langit menyisih awan hari ini
di bumi meriap sepi yang purba
ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata
Pada Suatu Hari Nanti


pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari

Penulis:
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor
Jumat, 27 Desember 2013 09:12 WIB





 

1 komentar:

  1. Semua puisi-puisi karya Sapardi Djoko Damono memang enak dibaca, bisa memunculkan perasaan empati yang bermacam-macam. Terkadang, dibawanya kita ke dalam suasana keharuan, kesedihan, dan kegembiraan, bahkan larut dalam suasana kejenakaan. Justru di sanalah letak kelebihan dan keunikan karya-karya puisi Sapardi Djoko Damono

    BalasHapus