Seni Budaya Nusantara
Sabtu, 27 Febuari 2016 - 15:34 WIB
Sabtu, 27 Febuari 2016 - 15:34 WIB
KAKAWIN BHARATA-YUDHA PUPUH XX / 1 – 5
( DORNA
GUGUR PERLAYA )
|
|||
Transkripsi
|
Terjemahan Bebas
|
||
1
|
Sêddêng lilâ harsha n pinanah inirup sang dwiyawarna.
Nda tan kâmpir têmpuhning ishu nguniweh
yânguddilana.
Tikâ Krêshnnâkon Pârtha matêlasanâmushtti warayang.
Manantwâ dang hyang Drona mangucapa mâti wêkanira.
|
1
|
Ketika sang pendeta Dorna yang sakti dan termasyhur
dengan gagahnya berdiri di atas kereta perangnya, ia banyak diserang oleh
bermacam senjata dan panah-panah sakti. Akan tetapi tak satupun dari senjata
dan panah-panah itu yang bisa melukainya. Pada saat itulah Kresna
memerintahkan kepada Aejuna untuk menghentikan tembakan panahnya, dan berkata
kepada Dorna yang merupakan gurunya itu, bahwa putera terkasihnya Aswatama
telah gugur di medan pertempuran.
|
2
|
Sang Aҫwatthâmâpâjarakêna mati sang dwijawara.
Maran maryyâmênnttang ri larasira ling Krêshnna
mangutus.
Kunang sang Pârtha mwang sira nrêpati Dharmmâtmaja
wihang.
Humur mâtyaprang
tan mujarakên ngadwe gurunira.
|
2
|
Dengan mengatakan kepada Dorna tentang gugurnya
Aswatama, tujuannya adalah agar Dorna menghentikan tembakan panah-panahnya
yang dahsyat itu. Akan tetapi Arjuna, begitupun Yudistira putera dewa Darma
merasa sungkan. Mereka merasa lebih baik gugur dalam pertempuran daripada
menyampaikan kabar bohong kepada guru mereka sendiri.
|
3
|
Ndan angling sang Bhimâyugalanilumumpat saha gadâ.
Nana syaҫwatthâmâ ngaranika gajah Mâlawa pati.
Ya tâmuk munggwing Korawa pinêjahan mwang ratunira.
Têkap sang Bhima n tan dwa mawarah i sang wipra
malara.
|
3
|
Berkatalah Sang Bima, bahwa ia menyetujui perintah
itu, maka Bima melompat ke depan dengan gadanya menghampiri seekor gajah
besar tunggangan raja Malawa yang kebetulan namanya sama dengan putera
kesayangan sang pendeta Dorna bernama, Aswatama. Bima lalu memukul gajah itu
dengan gadanya, dan gajah Aswatama bersama penunggangnya raja Malawa, tewas
seketika. Demi melihat gajah Aswatama
tewas maka Bima menyampaikan berita kepada Dorna yang seketika itu juga sang
pendeta yang sakti itu nampak hatinya terpukul sekali dan ia menjadi dirudung
duka yang demikian mendalam.
|
4
|
Nda tan manggên nghing Dharmmatanaya sinantwa
dwijawara.
Kinon dang hyang sâdhawâjara ri tuhu sang putra
kawênang.
Mahêmpwan singgih lingnira tuhu n ulih Khrêshnna
mangutus.
Sang Aҫwatthâma mâti ling mahasti hatinira.
|
4
|
Akan tetapi Dorna kemudian belum percaya sepenuhnya
atas berita kematian puteranya Aswatama, sehingga ia pun bertanya kepada
Yudistira, “Wahai Yudistira, muridku, apakah benar Aswatama telah gugur di
medan kuru setra?” Menjawablah Yudistira: “Sesungguh memang demikianlah guru,
Aswatama telah gugur di medan laga. Akan tetapi yang dimaksud Yudistira
adalah gajah tunggangan perang raja Malawa yang juga bernama Aswatama.
|
5
|
Nahan ling sang Konteya n umara-warah sang guru
gupay.
Wimûrcchâ tan pâtmâ kalêngêr i salönin ratha mannik.
Rikâ sang brahmârshing gagana humajêng reh
dwijawara.
Sahongkârânglrâkên kusuma mawuwus Pârtha wijaya.
|
5
|
Demikian kata Yudistira, putera Kunti, ketika ia
menyampaikan jawaban kepada Dorna. Sang guru Dorns menjadi lemah lunglai,
tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Dorna jatuh pingsan di atas tempat
duduk kereta perangnya yang berhiaskan manikam. Para dewa, resi-resi
bersorak-sorak di angkasa raya sambil menaburkan bunga-bunga berseru: “Kemenangan untuk Arjuna”.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar