Ki Slamet Blog : "Seni Budaya Nusantara"
Minggu, 06 Maret 2016 - 05:48 WIB
Minggu, 06 Maret 2016 - 05:48 WIB
|
|||||
“KAKAWIN BHARATAYUDA”
PUPUH XX ( 15 – 19 )
GUGURNYA PANDITA DORNA
|
|||||
TRANSKRIPSI
|
TERJEMAHAN
BEBAS
|
||||
15
|
Rika
Dhrêshttadyumnâ pinitringan ujar de ҫinisuta.
Sinanggah
wûkên ddanndda n alap ulihênpatyana huwus.
Arêp mûke
sang Sâtyaki tuwi sirâsanyata gadâ.
|
15
|
Ketika itu
Drestajumena mendapat ejekan tajam dari Setyaki: “Ha, ha, ha... Drestajumena,
kau akan mengamuk, memukuli, menangkap dan membunuh Aswatama? Silahkanlah
berbuat demikian!”. Drestajumena, putera raja Drupada itu menjadi marah, maka
ia memegang tali busur panahnya dengan tujuan mengamuk menyerang Setyaki yang
bersenjata gada.
|
||
16
|
Samangkâ
sang Bima n tumêddun sang ҫinisuta.
Kunang
sang Drêshttadyumna sita pinêkul wira Nakula.
Nda tan
dwa n tâkâlih mawacana silih wûk apêjaha.
Uhut sang
Krêshnnangde marênira lawan Dharmmatanaya.
|
16
|
Melihat
keadaan ini, Bima turun dari kereta perangnya, segera ia merangkul Setyaki.
Hal ini diikuti pula oleh Nakula yang gagah berani itu, dan mereka berkata
kepada Drestajumena dan Setyaki bahwa jika masih bertengkar seperti itu tentu
mereka akan saling membunuh. Maka Sri Kresna dan Yudistira pun menengahi pula
pertengkaran antara Drestajumena dan Setyaki hingga keadaannya pun menjadi
tenang.
|
||
17
|
Têlasning
wairâmuk pada nipunna ring ҫastra niҫita .
Mapak wug
sang Dronnâatmaja marawaҫa ng Pânnddawa.
Makin
krûrâ Nârayanna mamêtu sarwwastrâ nipunna.
Pênuh ring
sanggrâmâ salêsek umati ng Pânnddawabala.
|
17
|
Setelah
perselisihan itu bisa diselesaikan, dan mereka berdua berdamai kembali
seperti semula, maka keduanya bersama-sama maju ke medan pertempuran untuk menghadapi
amukan Aswatama putera Dorna yang sedang menyerang para prajurit Pandawa
dengan senjata panah saktinya, Narayana yang nampak semakin ganas hingga
medan pertempuran banyak dipenuhi oleh mayat-mayat yang mati terutama dari
prajurit Pandawa, mereka banyaklah yang gugur di medan pertempuran. Terbakar
oleh kobaran api panas senjata keremat Aswatama yang bernama Narayana.
|
||
18
|
Samangkâ
Krêshnâkon ri sira para wira n tumuruna.
Umungweng
bhûmyânggala rathanirânghera sakarêng.
Wawang
rabdhânghing sira juga munggwing rathanira.
Ya
marmmanya hrû sök rumubung i sirângjrah makalanga.
|
18
|
Maka Sri
Kresna pun memerintahkan kepada semua prajurit Pasukan Pandawa untuk segera
turun dari jeretanya untuk berdiri di atas tanah dan meninggalkan keretanya masing-masing
untuk beristirahat sebentar. Mereka pun dengan cepat melakukan perintah Sri
Kresna itu. Hanya Bima yang masih berada di kereta perangnya. Dengan demikian panah-panah api Aswatama
yang tak terhitung jumlahnya itu menuju ke arah Bima.
|
Pustaka :
Prof. Dr.
R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin
Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 06 Maret 2016 – 05:51 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar