Sabtu, 05 Maret 2016

“KAKAWIN BHARATAYUDA” PUPUH XX ( 15 – 18 )

Ki Slamet Blog : "Seni Budaya Nusantara"
Minggu, 06 Maret 2016 - 05:48 WIB

PANDITA DORNA

“KAKAWIN BHARATAYUDA”
PUPUH XX ( 15 – 19 )
GUGURNYA PANDITA DORNA

TRANSKRIPSI
TERJEMAHAN BEBAS
15
Rika Dhrêshttadyumnâ pinitringan ujar de ҫinisuta.
Sinanggah wûkên ddanndda n alap ulihênpatyana huwus.
Arêp mûke sang Sâtyaki tuwi sirâsanyata gadâ.
15
Ketika itu Drestajumena mendapat ejekan tajam dari Setyaki: “Ha, ha, ha... Drestajumena, kau akan mengamuk, memukuli, menangkap dan membunuh Aswatama? Silahkanlah berbuat demikian!”. Drestajumena, putera raja Drupada itu menjadi marah, maka ia memegang tali busur panahnya dengan tujuan mengamuk menyerang Setyaki yang bersenjata gada.

16
Samangkâ sang Bima n tumêddun sang ҫinisuta.
Kunang sang Drêshttadyumna sita pinêkul wira Nakula.
Nda tan dwa n tâkâlih mawacana silih wûk apêjaha.
Uhut sang Krêshnnangde marênira lawan Dharmmatanaya.

16
Melihat keadaan ini, Bima turun dari kereta perangnya, segera ia merangkul Setyaki. Hal ini diikuti pula oleh Nakula yang gagah berani itu, dan mereka berkata kepada Drestajumena dan Setyaki bahwa jika masih bertengkar seperti itu tentu mereka akan saling membunuh. Maka Sri Kresna dan Yudistira pun menengahi pula pertengkaran antara Drestajumena dan Setyaki hingga keadaannya pun menjadi tenang.

17
Têlasning wairâmuk pada nipunna ring ҫastra niҫita .
Mapak wug sang Dronnâatmaja marawaҫa ng Pânnddawa.
Makin krûrâ Nârayanna mamêtu sarwwastrâ nipunna.
Pênuh ring sanggrâmâ salêsek umati ng Pânnddawabala.
17
Setelah perselisihan itu bisa diselesaikan, dan mereka berdua berdamai kembali seperti semula, maka keduanya bersama-sama maju ke medan pertempuran untuk menghadapi amukan Aswatama putera Dorna yang sedang menyerang para prajurit Pandawa dengan senjata panah saktinya, Narayana yang nampak semakin ganas hingga medan pertempuran banyak dipenuhi oleh mayat-mayat yang mati terutama dari prajurit Pandawa, mereka banyaklah yang gugur di medan pertempuran. Terbakar oleh kobaran api panas senjata keremat Aswatama yang bernama Narayana.

18
Samangkâ Krêshnâkon ri sira para wira n tumuruna.
Umungweng bhûmyânggala rathanirânghera sakarêng.
Wawang rabdhânghing sira juga munggwing rathanira.
Ya marmmanya hrû sök rumubung i sirângjrah makalanga.

18
Maka Sri Kresna pun memerintahkan kepada semua prajurit Pasukan Pandawa untuk segera turun dari jeretanya untuk berdiri di atas tanah dan meninggalkan keretanya masing-masing untuk beristirahat sebentar. Mereka pun dengan cepat melakukan perintah Sri Kresna itu. Hanya Bima yang masih berada di kereta perangnya.  Dengan demikian panah-panah api Aswatama yang tak terhitung jumlahnya itu menuju ke arah Bima.

 


Pustaka :

Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 06 Maret 2016 – 05:51 WIB
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar