Blog Ki Slamet 42: "Seni Budaya Nusantara"
Senin, 07 Maret 2016 - 19:34 WIB
KARNA PANGLIMA PERANG KURAWA
Transkripsi
|
Terjemahan Bebas
|
||
1
|
Tan iwön sadurggamanikang ranna ri
surupikang diwâkara.
Sira Korawendra wuwusên sêddengira
n umulih mareng kutta.
Angupâya tingkaha lawan para ratu
masamûha ring kulem.
Sira sang gumantya gêlarên
balapati winiwekang ring sabhâ.
|
1
|
Tidak diceritakan lagi segala
kejahatan yang terjadi dalam medan pertempuran stelah matahari terbenam.
Diceritakanlah raja Kurawa yang sedang menuju keperkemahan. Di dalam
perkemahan ia mencari siasat yang akan dilakukan bersama raja-raja lainnya
yang berkumpul pada malam itu. Di dalam pertemuan itu dibicarakan tentang
siapakah yang akan menjadi panglima perang pengganti Dorna.
|
2
|
Naranâtha ҫalya Rawiputra tinuduh atiҫûra
ring ranna.
Padda ҫakti yogya yadiyan
dwijasuta winuwus dhanurdhara.
Wêkasan patuthika alapkêna ri
nrepati Karnna râkshaka.
Sira pinta kâsihana ling para ratu
têkaning bala krama.
|
2
|
Raja Salya dan Karna disepakati
untuk menjadi panglima perang selanjutnya, dengan pertimbangan keduanya
memiliki daya tempur yang hebat dan kesaktian yang bisa diandalkan. Aswatama
putra Dorna juga disebut-sebut dengan nama Dhanurdhara. Namun pada akhirnya
mereka semua raja-raja yang ada diperkemahan itu sepakat untuk menunjuk Karna
sebagai panglima perang mereka.
|
3
|
Irikâ Suyodhana maҫabda ri
narapati Karnna sâra.
Kaka nâtha Sûryyasuta sihta tulusa
ri gatingku duhkita.
Kita tan waneh gâlarêning hulun
amapage ҫatru ring ranna.
Pakapuyanên nwang iki panggil
amatêsa ri sihta nityaca.
|
3
|
Berkatalah Suyodhana kepada Karna
dengan hormatnya, “Kakanda raja Karna putra dewa Surya, mudah-mudahan cinta
kanda tetap ditujukan pada kepentingan saya yang saat ini sedang mengalami
kesulitan besar. Dan, hanya kanda Karna saja yang pantas untuk menjadi
panglima perang Kurawa untuk menghadapi musuh dalam pertempuran.
|
4
|
Apa tan waneh kita lanâ karannani
hajênging Suyodhana.
Mwang uyarta ngûni sêddêngi
nghulun atangis ri yöng mahâmuni.
Kita lingta mamriha ҫumirnakêna
sahananing musuh ddatêng.
Ya ta kesyanânuluyanâyaҫaca
saphala kitâҫrayeng bhaya.
|
4
|
Karena menurut saya tak ada yang
bisa dan mampu kecuali kanda Karna yang bisa mengawal dan menjaga keselamatan
saya di medan pertempuran. Dan, kata-kata kakanda dulu, ketika saya menangis
di kaki paman Dorna, beliau berjanji bahwa kanda Karna akan berupaya
membinasakan segala musuh yang datang. Inilah kesempatan kakanda Karna untuk
menepatinya, dan kandalah yang paling tepat untuk melindungi kami dari bahaya
itu”.
|
5
|
Pangucap Suyodhana wawang Rawisuta
sumanur manohara.
Prabhu haywa sangҫaya narendra ri
wacana sang narâdhipa.
Niyata ng musuh saha balâlilanga
pêjaha ring rannânggana.
Têkapi nghulun ri hananing
wijayadhanuh anindya sâdhana.
|
5
|
Demikian kata-kata Suyodhana, raja
Astina kepada sang Adipati Karna; dengan cepat Karna Surya putra menjawab
dengan taklimnya, “Sang raja Suyodhana, janganlah ragu dengan apa yang telah
dikatakan itu. Pastilah musuh kita dengan segala tentaranya semua akan
tersapu bersih, terbunuh oleh saya dalam medan pertempuran nanti dengan
senjata senjata panah sakti yang saya gunakan, yaitu “Wijayadhanu” yang
sangat ampuh dan tiada taranya itu”.
|
Pustaka :
Prof. Dr.
R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin
Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968
Ki Slamet 42
Bumi
Pangarakan, Bogor
Senin, 06
Maret 2016 2016 – 19:37 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar