Senin, 07 Maret 2016

KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XXI ( 1 - 5 )

Blog Ki Slamet 42: "Seni Budaya Nusantara"
Senin, 07 Maret 2016 - 19:34 WIB 
KARNA VS ARJUNA

 KARNA PANGLIMA PERANG KURAWA

Transkripsi
Terjemahan Bebas
1
Tan iwön sadurggamanikang ranna ri surupikang diwâkara.
Sira Korawendra wuwusên sêddengira n umulih mareng kutta.
Angupâya tingkaha lawan para ratu masamûha ring kulem.
Sira sang gumantya gêlarên balapati winiwekang ring sabhâ.
1
Tidak diceritakan lagi segala kejahatan yang terjadi dalam medan pertempuran stelah matahari terbenam. Diceritakanlah raja Kurawa yang sedang menuju keperkemahan. Di dalam perkemahan ia mencari siasat yang akan dilakukan bersama raja-raja lainnya yang berkumpul pada malam itu. Di dalam pertemuan itu dibicarakan tentang siapakah yang akan menjadi panglima perang pengganti Dorna.

2
Naranâtha ҫalya Rawiputra tinuduh atiҫûra ring ranna.
Padda ҫakti yogya yadiyan dwijasuta winuwus dhanurdhara.
Wêkasan patuthika alapkêna ri nrepati Karnna râkshaka.
Sira pinta kâsihana ling para ratu têkaning bala krama.
2
Raja Salya dan Karna disepakati untuk menjadi panglima perang selanjutnya, dengan pertimbangan keduanya memiliki daya tempur yang hebat dan kesaktian yang bisa diandalkan. Aswatama putra Dorna juga disebut-sebut dengan nama Dhanurdhara. Namun pada akhirnya mereka semua raja-raja yang ada diperkemahan itu sepakat untuk menunjuk Karna sebagai panglima perang mereka.

3
Irikâ Suyodhana maҫabda ri narapati Karnna sâra.
Kaka nâtha Sûryyasuta sihta tulusa ri gatingku duhkita.
Kita tan waneh gâlarêning hulun amapage ҫatru ring ranna.
Pakapuyanên nwang iki panggil amatêsa ri sihta nityaca.
3
Berkatalah Suyodhana kepada Karna dengan hormatnya, “Kakanda raja Karna putra dewa Surya, mudah-mudahan cinta kanda tetap ditujukan pada kepentingan saya yang saat ini sedang mengalami kesulitan besar. Dan, hanya kanda Karna saja yang pantas untuk menjadi panglima perang Kurawa untuk menghadapi musuh dalam pertempuran. 

4
Apa tan waneh kita lanâ karannani hajênging Suyodhana.
Mwang uyarta ngûni sêddêngi nghulun atangis ri yöng mahâmuni.
Kita lingta mamriha ҫumirnakêna sahananing musuh ddatêng.
Ya ta kesyanânuluyanâyaҫaca saphala kitâҫrayeng bhaya.
4
Karena menurut saya tak ada yang bisa dan mampu kecuali kanda Karna yang bisa mengawal dan menjaga keselamatan saya di medan pertempuran. Dan, kata-kata kakanda dulu, ketika saya menangis di kaki paman Dorna, beliau berjanji bahwa kanda Karna akan berupaya membinasakan segala musuh yang datang. Inilah kesempatan kakanda Karna untuk menepatinya, dan kandalah yang paling tepat untuk melindungi kami dari bahaya itu”.

5
Pangucap Suyodhana wawang Rawisuta sumanur manohara.
Prabhu haywa sangҫaya narendra ri wacana sang narâdhipa.
Niyata ng musuh saha balâlilanga pêjaha ring rannânggana.
Têkapi nghulun ri hananing wijayadhanuh anindya sâdhana.
5
Demikian kata-kata Suyodhana, raja Astina kepada sang Adipati Karna; dengan cepat Karna Surya putra menjawab dengan taklimnya, “Sang raja Suyodhana, janganlah ragu dengan apa yang telah dikatakan itu. Pastilah musuh kita dengan segala tentaranya semua akan tersapu bersih, terbunuh oleh saya dalam medan pertempuran nanti dengan senjata senjata panah sakti yang saya gunakan, yaitu “Wijayadhanu” yang sangat ampuh dan tiada taranya itu”.


Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968

Ki Slamet 42
Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 06 Maret 2016 2016 – 19:37 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar