Blog Ki Slamet 42 : "Seni Budaya Nusantara"
Minggu, 31 Maret 2019 - 09:09 WIB
Minggu, 31 Maret 2019 - 09:09 WIB
Duryudana |
Salya (Narasoma) |
“KAKAWIN BHARATAYUDA”
PUPUH XXXIV (1 – 5 )
BUJUK RAYU SUYODANA KEPADA RAJA SALYA
|
|||
Transkripsi
|
Terjemahan Bebas
|
||
1
|
Nahan wacana sang narâryya sira
sang Çakuni sumahurâdar-ârarêm.
Kshamâkêna hatur patik nrêpati tan
wihanga sapangu-tus narâdhipa.
Kunêng pwa niyatâ n ikin wruha muwah
rusitana ring upâya bancana.
Tuwi pwa n akabêt kasep haji ya tan
mapagakêna pamuknya ring ranna.
|
1
|
Demikianlah ucapan Raja Suyodana,
dan Sangkuni menjawabnya dengan tenang:
“Maafkan
ucapan saya yang tak mau menentang apa yang telah diucapkan oleh raja.
Benarlah apa kata raja itu, asal kita
juga tahu tipu muslihat yang akan kita gunakan. Begitu pula waktunya
pun akan ter-lambat, jika kita tidak hadapi serangan mereka di medan
pertempuran!”
|
2
|
Hana pwa naranatha Çalya
saphalâçraya narapati tanggwanâprang.
Parârtha ratu çûra çakti subhâ-gan
krêtayaça pinujing jagatraya.
Musuh mapa tikâ hilang denira n
amapaga ring rannânggana.
Kunang pwa makahingana ng sihira
len niyatewêherika.
|
2
|
“Masih
ada Raja Salya untuk kita minta bantuannya karena dia seorang raja yang mahir
dalam peperangan, sakti dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Musuh manakah
yang tidak akan binasa olehnya, jika berhadapan dengan Salya. Yang penting
bagi kita adalah mengetahui sampai sejauh mana ia masih menaruh kebenciaan
kepada kita, itulah yang menyulitkan!”
|
la3
|
Awâs mara pagêhni sihnira sang
nrêpati nihan iking pangawruha.
Syapolya karikânuwânggêhira de
Nakula sawawa çatru sang prabhu.
Tathâpi tan inge manahnira
malih-maliha saha sake nareçwara.
Nghing ewêh inanugrahâkê-nanirâta
huripira ri panca Pânnddawa.
|
3
|
“Tetapi
jelas kiranya, rasa kesetiakawan Raja Salya lebih condong kepada Raja, karena
bagi dirinya yang lebih tinggi martabatnya dari dia, itulah yang diikutinya.
Meskipun ia dalam hubungannya dengan Nakula adalah seorang paman. Hanya saja
kesulitannya adalah bahwa ia telah menyerahkan hidupnya kepada Pandawa lima!”
|
4
|
Matangnya sira pinta kâsiha-na
kêdwakêna tangisana prihӗ-ntêmên.
Hyangӗn
pangubhayânireki n amawâng bala sira çarannâçra-yâpranga.
Awâsta jayaçatru sang prabhu yadin
tulusa sihanire nareçwara.
Apan sakala Rudramûrti sira çakti
wani mawêlas ing nirâç-çraya.
|
4
|
“Maka
dari itu, kita harus merayu kalau bisa memohon belas kasihan kepada Raja
Salya agar mau membantu kita, memihak kepada kita, dan bersedia memimpin tentara Kurawa ke medan perang!”
“Wahai
raja, saya yakin Raja Salya akan mengalahkan musuh-musuh kita asal saja dia
dengan setulus hati menaruh rasa hormat kepada Raja, oleh karena dia adalah
jelmaan dari Dewa Rudra yang sakti dan menaruh belas kasih kepada mereka yang
membutuhkan perlindungannya!”
|
5
|
Samangka pituturnira ng Çakuni sang
nrêpati mangayu-bhâgya sambhrama.
Tumuntên umare narâdhipati Çalya
têka mangabhiwâda sâdara.
Bapa nda mahanakta nâtha yaçaniki
pihutang i kasingha-wi kraman.
Nareçwara tikâ makâdhipa-tining
bala mêjahana çatruning hulun.
|
5
|
Demikian wejangan Sangkuni kepada keponakannya Raja Suyodana yang
dengan segala hormat menerima pesan dan saran dari pamannya itu.
Maka Suyodana pun menuju ke tempat
Raja Salya berkata dengan penuh rasa hormat :
“Wahai
ayahanda Raja Salya, tolonglah ananda yang ingin berbuat jasa ini agar
kiranya ayahanda mau memberikan keberanian ayahanda yang bagaikan singa itu.
Hendaknya ayahanda Raja Salya menjadi panglima perang tentara Kurawa untuk
membunuh musuh-musuh anakanda.
|
Pustaka :
Prof. Dr.
R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968
Minggu, 31
Maret 2019 - 15:40 WIB
Drs. Slamet
Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar